
Duo Mantan Menkeu Ramal Nasib RI Tahun Depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib ekonomi dunia berada diambang perlambatan tahun depan. Bahkan, tidak sedikit yang diramal akan tumbang tahun depan.
Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat 31 negara dari 72 negara tersebut tercatat setara dengan sepertiga PDB dunia.
Hal ini dipicu oleh ketidakpastian global yang semakin tinggi akibat perang, pengetatan suku bunga dan krisis biaya hidup.
Melihat kondisi ini, dua ekonom senior sekaligus mantan menteri keuangan angkat bicara terkait dengan resesi global dan kondisi Indonesia ke depannya.
Bambang Brodjonegoro yang menjabat sebagai menteri keuangan tahun 2014-2016 mengungkapkan bahwa Indonesia tidak akan masuk ke jurang resesi.
Dia melihat Indonesia hanya akan terkena dampak resesi global.
"Tetapi mudah-mudahan dampaknya seperti tahun 2008. Ketika dunia tumbuh di bawah nol persen, Indonesia masih tumbuh tetapi di bawah kebiasaan, yaitu sekitar 4%," ujarnya kepada CNBC Indonesia TV, dikutip Selasa (1/11/2022).
Tahun depan, ketika resesi menerjang banyak negara di dunia, dia berharap ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5%.
Menurut Bambang ada dua hal mendasar yang dapat membuat Indonesia terbebas dari resesi.
"Harapannya bs mendekati lima klo kita bs menjaga inflasi dan mengruani dampak tekanan terhadap obligasi dunia," tegasnya.
Pertama, dia melihat langkah yang harus dilakukan pemerintah dan bank sentral adalah menjaga inflasi.
"Kenapa karena sumber pertumbuhan kita adalah konsumsi," ujarnya. Selain konsumsi, dia melihat Indonesia membutuhkan investasi.
"Investasi kita harap bisa masuk. Kita bicara FDI ya. Investasi yang horizonnya jangka panjang," tambahnya.
Adapun, pertumbuhan investasi harus di atas 5%, guna menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah 5%.
Kedua, Bambang melihat pemerintah harus berhemat di tengah ancaman krisis utang global yang membayangi emerging market.
Kuncinya adalah menekan utang luar negeri. Menurutnya, belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar Rp 1.200 triliun yang harus diserap dalam 2 bulan terakhir pada tahun ini, sebisa mungkin disisakan.
"Selain pembayaran rutin, gaji dan pembayaran proyek, Rp 1.200 ada yang bisa disimpan di dalam SAL, sehingga kalau ada SAL yang lumayan tahun ini bisa disimpan," kata Bambang.
Dengan demikian, SAL ini akan mengurangi penerbitan utang tahun depan.
Mantan menteri keuangan era Presiden SBY, M. Chatib Basri pun sempat membagikan ramalan soal resesi 2023.
Senada dengan Bambang, Chatib memperkirakan resesi tidak akan singgah ke Indonesia.
Chatib mengungkapkan dirinya tidak melihat risiko resesi bagi Indonesia tahun depan.
"Tidak sampai resesi lah," tegas Chatib. Meskipun, ekonomi Indonesia akan terdampak dari sisi ekspor. Khususnya ketika harga komoditas mengalami penurunan harga dan permintaan.
Indikasinya sudah terlihat, harga minyak dunia, minyak kelapa sawit, nikel dan lainnya sudah turun. Sementara itu, batu bara masih stabil karena permintaan Eropa naik drastis.
Dengan demikian, Chatib meyakini ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh sedikit di bawah 5%. "Tahun ini kita bisa tumbuh di 5,2%, tahun depan mungkin sekitar 4%," ujarnya.
Dampak guncangan global terhadap ekspor Indonesia, lanjutnya, tidak akan besar. Pasalnya, kontribusi ekspor Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang 25%, kecil dibandingkan dengan Singapura yang memiliki share ekspor terhadap pertumbuhan ekonominya mencapai 200%.
Alhasil, ekonomi Indonesia hanya akan mengalami perlambatan.
"Ini gara-gara share ekspor ke GDP cuma 25%, ya efeknya 25%. Itu yang menyebabkan dampaknya slowdown, tapi tidak resesi. Makanya somehow, kita butuh domestic demand kalau ekonomi global kena," ungkapnya Chatib.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Chatib Basri Yakin RI Tidak Kena Badai Resesi 2023
