Horor! Wanita Ukraina Ungkap Kengerian Penjara Militer Rusia
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa wanita Ukraina yang menjadi tawanan Rusia berhasil dibebaskan pada pekan lalu. Mereka bebas setelah ditahan sejak Rusia menguasai Mariupol pada Mei lalu.
Mereka pun membagikan cerita terkait situasi selama penahanan Rusia. Salah satu dari tahanan perang wanita, Viktoria Obidina, mengaku ditangkap saat bersama anaknya mengungsi di sekitaran pabrik baja Azovtal, yang juga digunakan beberapa militer dan warga pro-Ukraina lainnya.
Obidina menyebut dirinya dipisahkan dengan putrinya yang masih berusia 4 tahun. Ia bersyukur putrinya tidak ditahan bersamanya.
"Mereka bisa saja menyiksa saya di dekatnya atau bisa saja menyiksanya untuk membuat saya melakukan sesuatu," jelasnya kepada Al Jazeera, dilansir Jumat (28/10/2022).
Azovstal bertahan hampir tiga bulan dari serangan konstan. Para penyokong Ukraina di pabrik itu meninggalkan bunker bawah tanah setelah perintah langsung dari Kyiv.
Rusia dan pendukungnya sendiri mengancam akan menghukum mati beberapa prajurit dan menahan mereka dalam kondisi seperti kamp konsentrasi selama berbulan-bulan. Ini juga mereka lakukan terhadap ribuan tawanan perang Ukraina lainnya.
Beberapa tawanan perang adalah perempuan. Sebagian mengaku telah mengalami kelaparan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.
"Orang-orang ini tidak memiliki sesuatu yang baik. Ada kalanya kami kelaparan. Kami tidak diperlakukan layaknya manusia," ungkap seorang marinir kelahiran Lithuania yang termasuk di antara tahanan, Inga Chikinda.
Perlakuan kejam Rusia juga diutarakan tahanan wanita lainnya bernama Anina Panina. Ia mengatakan pasukan Moskow tidak memberikan perawatan kesehatan bagi tahanan yang mengalami luka.
"Blok kami memiliki 10 sel di satu lantai, yang penuh dengan wanita, dan lantai atas, dengan sel untuk pria. Kami tidak diizinkan untuk berbicara dengan mereka (para pria). Mereka tampak semakin kurus, semakin kurus," ujar wanita 26 tahun itu dalam sebuah pengakuan yang berbeda kepada The Guardian.
Pada pukul 10 malam pada tanggal 29 Juli, setelah penghitungan malam, terjadi ledakan dahsyat yang diikuti dengan teriakan. Tanpa sepengetahuan Panina, 53 tawanan perang Ukraina telah tewas dan 75 terluka, terutama tentara dari kompleks Azovstal termasuk dari Resimen Azov.
Kremlin menuduh Resimen Azov sayap kanan sebagai bukti sifat neo-Nazi dari pemerintah Kyiv. Pejabat Ukraina di sisi lain, mengklaim bahwa bagian dari penjara dihancurkan oleh pasukan Rusia untuk menutupi penyiksaan yang meluas dari mereka yang ditahan di bagian itu.
"Ada banyak tangisan, anjing menggonggong. Para penjaga Rusia terus membuka lubang pengamatan karena saat itu sangat panas, tetapi mereka menguncinya dan pergi untuk melihat apa yang terjadi. Saya melihat orang-orang yang terluka dibawa ke sel kosong di atas kami."
"Mereka diberitahu bahwa itu adalah serangan Ukraina, tetapi tidak ada yang mempercayai mereka. Kami semua tahu hanya tersenyum. Kami tahu," tambahnya.
Penahanan di penjara dialami Palina dan tahanan lainnya selama 5 bulan. Saat memasuki bulan kelima, mereka diperintahkan untuk menyeberang ke Ukraina oleh otoritas Rusia. Diketahui, mereka merupakan tahanan yang ditukar dalam kesepakatan Kyiv dan Moskow.
Mereka berjalan dalam keheningan di atas jembatan di Kam'yans'ke, sebuah desa kecil yang berdiri di antara kedua militer itu. Di depannya, tampak tentara Rusia yang ditawan oleh Ukraina. Mereka sepertinya ditukar dengannya.
"Ketika kami melihat tentara kami, beberapa gadis tidak bisa menahan emosi mereka. Mereka meneriakkan kemuliaan bagi Ukraina. Beberapa gadis mulai menyanyikan lagu kebangsaan Ukraina," tutur Palina lagi.
(luc/luc)