
Timah RI Terbesar ke-2 Dunia, Cuannya Kok Cuma Rp1,1 Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana Pemerintah Indonesia untuk menyetop ekspor timah semakin kencang. Pemerintah berharap dengan penyetopan ekspor itu bisa memberikan nilai tambah dari timah melalui hilirisasi.
Sebab, Indonesia sebagai pemilik kekayaan timah terbesar ke-2 di dunia, saat ini belum memperoleh nilai yang begitu signifikan atas ekspor yang diberlakukan pada komditas timah ini.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, pada tahun 2021 lalu, komoditas timah hanya menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 1,1 triliun.
Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Irwandy Arif sebutkan pendapatan terus melejit sejak tahun 2020. Dia jelaskan pada tahun 2020 PNBP dari komoditas timah mencapai Rp 520 miliar. Setelah itu meningkat pada tahun 2021 menjadi Rp 1,1 triliun. Kemudian sampai triwulan II tahun 2022 ini PNBP melalui timah sudah mencapai Rp 707 miliar.
"Itu (PNBP) di tahun 2020 itu kira kira sekitar Rp 520 miliar ya. Kalau di 2021 itu kira-kira Rp 1,1 triliun. Dan dari tahun 2022 sampai triwulan 2 saja PNBP-nya sudah Rp 707 miliar," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (27/10/2022).
Menyambung rencana Pemerintah RI yang segera menyetop ekspor timah, Irwandy menilai pelarangan ekspor yang dimaksud adalah pada jenis timah batangan atau Tin Ingot 99,99% atau Sn 99,99. Sedangkan proses hilirisasi yang sudah berjalan di dalam negeri baru berjalan sebanyak 5% untuk timah jenis Tin Solder, Tin Plate, dan Tin Chemical.
"Interpretasi saya kira-kira mengarah ke pelarangan tin ingot. Tapi tin ingot ini sekarang diekspor kurang lebih 95%, dipakai dalam negeri ke industri hilir itu 5%. Jadi yang memang kelihatan sedang berjalan di industri hilir itu adalah Tin Solder, Tin Plat, dan kemungkinan Tin Chemical. Jumlahnya itu kira-kira hanya katakanlah 5% dari produksi total kita," paparnya.
Irwandy menilai, hilirisasi timah pada jenis Tin Solder dapat memberikan keuntungan sampai dengan 6 kali lipat. Irwandy menggambarkan secara konkret bahwa Indonesia bisa mendapatkan keuntungan 6 kali lipat.
Contohnya: 1 ton konsentrat 78% timah itu harganya di 2021 mencapai US$ 12.000 per ton. Jika sudah berubah menjadi 1 ton timah kasar maka harganya akan menjadi US$ 22.000. bila timah menjadi Tin Soldier dalam 1 ton harganya bisa mencapai US$ 124.000 per ton.
"Saya katakan 5-6 kali daripada kita menjual dengan produk sebelumnya. Kalau ekspor kita sampai ke tin solder dan memang bisa diserap pasar, itu ya 5-6 kali daripada kita menjual sebelum ke produk ke tin solder itu," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mencatat pada tahun 2021 Indonesia mendapatkan 'durian runtuh' atau keuntungan yang besar hingga mencapai US$ 20,9 miliar atau Rp 326 triliun (kurs rupiah Rp 15.600/US$).
Nilai tersebut didapatkan dari hasil ekspor harta karun nikel Indonesia yang sudah dilakukan hilirisasi. Seperti yang diketahui, produksi nikel Indonesia merupakan yang terbesar di dunia.
Mengacu catatan Kementerian ESDM, produksi nikel RI pada tahun 2017 sebesar 345.000 metrik ton (MT), kemudian melonjak mencapai 1 juta MT pada tahun 2021. Adapun Indonesia juga memiliki cadangan sebesar 21 juta MT.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tegas! Pemerintah Tetap Akan Larang Ekspor Timah