Dikasih Harga Murah, Tapi Serapan Gas Industri Rendah
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah memberikan harga gas "murah" bagi sektor industri. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Berdasarkan aturan itu, terdapat tujuh industri yang mendapatkan harga gas bumi tertentu sebesar US$ 6 per juta British thermal unit (MMBTU), di antaranya yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Namun sayangnya, harga gas "murah" ini nyatanya belum mampu mendongkrak pemanfaatan gas bumi di industri. Pasalnya, realisasi penyerapan gas untuk industri masih di bawah jumlah terkontrak.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa realisasi penyerapan gas bumi untuk pelanggan industri tercatat baru sebesar 1.530,1 miliar British thermal unit per hari (BBTUD), lebih rendah dari jumlah terkontrak atau Daily Quantity Contract (DQC) sebesar 1.735 BBTUD.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mustafid Gunawan mengatakan, pihaknya tengah melakukan evaluasi terhadap industri, khususnya penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU.
"Kemarin kami undang, kami minta dan kebetulan sudah sampaikan laporan sekitar 50% yang menerima HGBT, kami beri waktu 2 minggu untuk semuanya bisa menyampaikan, Kalau itu cepat, evaluasi cepat, dan kelanjutan untuk kebijakan ini bisa diambil," kata Mustafid pada forum diskusi kebijakan implementasi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Namun demikian, menurutnya implementasi HGBT ini diklaim sudah sesuai amanat Perpres RI No. 40/2016, karena kebijakan penyesuaian harga gas bumi US$ 6 per MMBTU ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional melalui pemanfaatan gas bumi serta menjamin efisiensi dan efektivitas pengaliran gas bumi.
Tak hanya industri, penyerapan gas sektor pupuk dan kelistrikan pun masih di bawah jumlah terkontrak. Sektor pupuk misalnya, dari jumlah terkontrak sebesar 842,1 BBTUD, namun penyerapannya baru sebesar 730,1 BBTUD.
Begitu juga dengan sektor kelistrikan, dari volume terkontrak sebesar 905,6 BBTUD, namun realisasi hanya tercapai 679,9 BBTUD.
(wia)