Internasional

Xi Jinping Presiden China 3 Periode, Ini Dampaknya bagi Dunia

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
25 October 2022 13:00
Presiden China Xi Jinping tiba dengan pesawat di Nur-Sultan, Kazakhstan, Rabu, 14 September 2022. Xi memulai perjalanan luar negeri pertamanya ke luar negeri pada Rabu sejak merebaknya pandemi dengan singgah di Kazakhstan menjelang pertemuan puncak dengan Rusia Vladimir Putin dan pemimpin lain dari kelompok keamanan Asia Tengah. (Kaz Media via AP)
Foto: Presiden China Xi Jinping tiba dengan pesawat di Nur-Sultan, Kazakhstan, Rabu, 14 September 2022. Xi memulai perjalanan luar negeri pertamanya ke luar negeri pada Rabu sejak merebaknya pandemi dengan singgah di Kazakhstan menjelang pertemuan puncak dengan Rusia Vladimir Putin dan pemimpin lain dari kelompok keamanan Asia Tengah. (Kaz Media via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Xi Jinping didaulat kembali menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis China dalam Kongres lima tahunannya. Hal ini mengamankan periode ketiga posisi Xi di kursi kepresidenan Negeri Tirai Bambu.

Posisi Xi ini dikuatkan oleh oleh beberapa loyalisnya yang berjumlah 7 orang dalam Komite Politburo. Salah satunya adalah Ketua Partai Komunis cabang Shanghai, Li Qiang, yang menduduki posisi nomor dua di komite itu. Ia diprediksi akan menduduki posisi Perdana Menteri (PM) menggantikan Li Keqiang dan memperkuat kebijakan Xi.

Dalam pidatonya, Xi menyatakan dalam presidensinya selama 2 periode terakhir, China makin dekat dalam 'peremajaan nasional' dan juga memperkuat posisinya di panggung dunia. Namun, ia juga mengingatkan akan 'awan gelap dan badai berbahaya' di masa depan.

"Tantangan yang berkembang berasal dari situasi internasional yang suram dan kompleks, dengan upaya eksternal untuk menekan dan menahan China yang mengancam akan"meningkat kapan saja," menurut laporan kerja Xi kepada kongres yang dikutip CNN International, Selasa (25/10/2022).

Pengamat mengatakan jawaban Xi untuk pandangan yang gelap itu adalah untuk mengintensifkan pertahanan sengit kepentingan nasional China dan keamanan terhadap semua ancaman yang dirasakan.

"Xi kemungkinan akan mengontrol dengan ketat dan terlibat dalam semua keputusan kebijakan luar negeri utama. Pengepakan kepemimpinan puncak China dengan loyalisnya akan memungkinkan dia untuk mengontrol dan memberikan pengaruh dengan lebih baik," ujar Direktur Kekuatan China di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Bonny Lin.

Dalam kebijakannya, diperkirakan ada setidaknya tiga hal yang dirasa akan menjadi ancaman besar bagi negara terpadat dunia itu. Berikut daftarnya:

1. Hubungan China-Barat

Xi melangkah ke era berikutnya dengan menghadapi lanskap yang sangat berbeda dengan dua periode sebelumnya. Hubungan antara China dan Barat yang dipatroni Amerika Serikat (AS) telah berubah secara dramatis karena perang perdagangan dan teknologi, gesekan atas Taiwan, Covid-19, catatan hak asasi manusia (HAM), serta penolakannya untuk mengutuk perang Rusia di Ukraina.

"Jelas bahwa Xi melihat China telah memasuki periode terutama perjuangan di arena internasional daripada periode peluang," kata Andrew Small, penulis No Limits: The Inside Story of China's War with the West.

Menurut Small, harapan bahwa hubungan akan makin memburuk menghasilkan China yang jauh lebih terbuka dalam persaingan sistemik dengan Barat. Beijing juga akan memperkuat posisinya di negara berkembang dengan merancang sebuah koalisi sendiri.

Tekanan-tekanan ini juga kemungkinan akan berdampak pada hubungan dekat Beijing dengan Moskow. Sementara China telah berusaha tampil sebagai aktor netral dalam perang di Ukraina, ekonomi terbesar kedua dunia itu juga menolak untuk mengutuk serangan Rusia.

"(Xi) tampaknya telah menghapus banyak biaya yang dihasilkan dari (hubungan itu) untuk hubungan China dengan Barat, dan Eropa pada khususnya," tambah Small.

2. Isu Taiwan

Ambisi terkait Taiwan sendiri muncul setelah Xi pada tahun lalu mengumumkan akan menggagalkan segala plot kemerdekaan bagi Taiwan. Ini juga diwarnai oleh keputusan Beijing untuk mengirim pesawat tempur dan melakukan latihan militer di dekat pulau yang diklaim sebagai miliknya itu.

"Roda sejarah terus bergulir menuju reunifikasi Tiongkok dan peremajaan bangsa Tiongkok. Penyatuan kembali negara kita harus diwujudkan," tambah keterangan Xi kepada kongres yang disambut tepuk tangan meriah.

Lin di CSIS mengatakan laporan kerja Xi tidak mengungkapkan perubahan besar apa pun dalam kebijakan Beijing terhadap Taiwan. Namun pernyataannya itu menggambarkan keinginannya untuk membuat lebih banyak 'kemajuan' dalam penyatuan dengan pulau itu.

Salah satu kebijakan yang diambil adalah mempromosikan mantan komandan Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat, He Weidong, menjadi wakil ketua Komisi Militer Pusat. Dalam tugas sebelumnya, He ikut mengawasi wilayah Selat Taiwan.

"Ini menunjukkan bahwa Xi menanggapi dengan sangat serius kemungkinan krisis atau konflik militer dan ingin memastikan bahwa Militer China (PLA) siap," tambah Lin.

"Saya tidak percaya Xi akan menggunakan kekuatan yang signifikan terhadap Taiwan, tetapi dia mengambil langkah-langkah untuk bersiap melakukannya."

3. Ekonomi

Berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu, Xi berjanji bahwa pintu China ke dunia akan semakin luas dan pembangunan negara itu sendiri akan menciptakan lebih banyak peluang bagi dunia.

"China tidak dapat berkembang secara terpisah dari dunia, dan dunia juga membutuhkan China untuk perkembangannya," katanya.

Namun China saat ini lebih tertutup secara fisik daripada selama beberapa dekade karena kebijakan 'nol-Covid' yang diterapkan Xi. Ini menyeret turun pertumbuhan ekonomi negara berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa itu.

Komitmen Xi ini juga tampaknya tidak banyak membantu meyakinkan investor. Pada hari Senin, pasar saham Hong Kong mengalami hari terburuk sejak krisis keuangan global 2008. Alibaba dan Tencent, dua raksasa teknologi terkemuka China, keduanya anjlok lebih dari 11% dan menghapus US$ 54 miliar dalam kapitalisasi pasar mereka.

"Minat nyata Xi dalam mengintegrasikan keamanan domestik dan internasional dapat diterjemahkan ke kebijakan seperti sanksi terhadap perusahaan asing, (dan) lebih banyak birokrasi ketika ada investasi asing di perusahaan teknologi China," menurut Victor Shih, pakar politik elit China di Universitas California San Diego.

 


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kongres Partai Komunis Tuntas, Xi Jinping 3 Periode!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular