Misteri Kelangkaan Dolar AS di RI, Bagaikan Musim Kemarau!
Jakarta, CNBC Indonesia - Permasalahan terbatasnya valas di dalam negeri saat ini menjadi tanya besar. Mengingat neraca perdagangan Indonesia saat ini sedang dalam tren yang terus mencatatkan surplus selama 29 kali.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 mencatatkan surplus sebesar US$ 4,99 miliar. Surplus neraca perdagangan ini sudah berlangsung 29 kali berturut-turut sejak Mei 2020.
Terbatasnya pasokan valas ini juga diakui oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti saat konferensi pers BI pekan lalu.
"Likuiditas valas terbatas, padahal trade balance besar. Satu hal ini memang agak berbeda dengan periode-periode yang lalu," jelas Destry, dikutip Senin (24/10/2022).
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan, mengeringnya likuiditas valas di dalam negeri saat ini tak terlepas dari banyaknya dana asing yang keluar dari pasar keuangan dalam negeri atau capital outflow.
"Dari pasar modal, terutama obligasi, kecenderungan outflow hampir US$ 10 miliar year to date (dari awal tahun 2022 sejak saat ini)," jelas David kepada CNBC Indonesia.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menambahkan, surplus neraca perdagangan tidak otomatis membuat likuiditas valas berlimpah, terlebih di tengah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) saat ini.
"Di tengah tren penguatan dolar saat ini, eksportir cenderung menahan dolar mereka dan menempatkannya di luar negeri," jelas Piter.
Ketatnya likuiditas valas, menurut Piter tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan mengganggu impor dan perekonomian secara keseluruhan.
Pandangan lain datang dari Ekonom Bank Danamon Irman Faiz, yang menilai bahwa likuiditas valas di dalam negeri saat ini masih memadai.
Kendati demikian, melihat pasar keuangan di Indonesia yang rupiahnya masih melemah, membuat para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor ekspor dan impor, kemungkinan masih akan menahan dolar mereka.
"Melihat potensi pelemahan rupiah masih ada, sehingga yang hold (pegang) dolar masih enggan menjual. Sementara yang minta dolar menganggap level sekarang relatif acceptable, mengingat ada potensi pelemahan," jelas Faiz.
Oleh karena itu, menurut Faiz, guidance BI bahwa siap untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan untuk menahan pelemahan dan menjaga stabilitas rupiah menjadi kunci sekarang.
"Agar kepercayaan investor bahwa rupiah masih ada potensi menguat kembali," ujar Faiz lagi.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) mencatat, pada September 2022, pertumbuhan kredit tumbuh double digit atau sebesar 18,1%, sementara pertumbuhan penghimpunan DPK valas hanya mencapai 8,4%.
BI juga memperkirakan dana asing yang keluar dari Indonesia atau net outflow pada Kuartal III-2022 diperkirakan akan mencapai US$ 2,1 miliar atau setara Rp 32,55 triliun (kurs Rp 15.500/US$).
(cha/cha)