Sri Mulyani Bilang Krisis Besar Datang 8 Bulan Lagi, RI Siap?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan krisis pangan akan menghampiri dunia dalam kurun waktu 8-12 bulan ke depan.
Adapun, kondisi ini akan diperparah dengan ketersediaan pasokan pupuk dunia.
Menurut Sri Mulyani, potensi krisis ini menjadi kekhawatiran bersama di antara negara G20, Bank Dunia, ADB dan FAO terkait dengan pupuk.
"Masalah pupuk hari ini akan memiliki dampak pada ketersediaan pangan atau bahkan krisis pangan dalam 8-12 bulan ke depan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, The 1st Joint Finance and Agriculture Ministers Meeting.
"Jadi kita akan menuju 2023 dengan risiko tinggi dengan masalah pangan ini," lanjutnya.
Untuk menangani ancaman krisis ini, Sri Mulyani menegaskan G20 tidak tinggal diam.
Sri Mulyani mendorong Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Bank Dunia untuk bekerja sama mengatasi masalah ini.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan dan Pertanian G20 mendorong organisasi internasional FAO dan Bank Dunia dalam pemetaan respons kebijakan global terhadap kerawanan pangan.
Respons ini akan dikonsolidasikan di masa mendatang dengan masukan dari pakar teknis dan organisasi internasional terkait lainnya untuk kemudian dilaporkan pada Spring Meeting 2023.
Lantas bagaimana dengan nasib Indonesia?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan untuk menjaga ketahanan pangan, pemerintah juga terus melakukan upaya untuk meningkatkan produksi dan juga diversifikasi pangan melalui pengembangan food estate untuk jangka menengah.
"Indonesia saat ini surplus pupuk. Kita juga ekspor sekitar 2 juta ton urea setiap tahun. Kondisi untuk beras relatif lebih aman," ujar Airlangga.
Selain itu, Indonesia telah berhasil memproduksi beras 31 juta ton dalam satu tahun dan 3 tahun kita sudah swasembada.
Namun, untuk gandum, dia mengakui Indonesia masih impor.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung ketergantungan impor gandum Indonesia, yang mencapai 11 juta ton dalam setahun.
Karena itu, Jokowi pun gencar menginstruksikan anak buahnya mendorong substitusi impor hingga mengkampanyekan konsumsi pangan kembali ke komoditas asli lokal selain beras.
Mengutip data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), impor gandum berkisar 10-11 juta ton per tahun.
Sepanjang Januari-Maret 2022, impor gandum tercatat sudah mencapai 2,81 juta ton, naik 4,7% dari periode sama tahun 2021.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi mendorong substitusi impor.
"Di Indonesia nggak bisa tanam gandum, nggak bisa. Campurannya gandum, bisa campur kasava, sorgum," kata Jokowi.
[Gambas:Video CNBC]
Jokowi Diam-diam Kumpulkan Menteri di Istana! Ada Apa?
(haa/haa)