
Gawat! Inggris Beneran di Jurang Resesi, Ekonomi -0,3%

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Inggris menyusut pada Agustus 2022 ini. PDB kerajaan berkontraksi alias negatif 0,3%.
Ini terungkap dalam pernyataan resmi yang diriliş Biro Statistik Nasional (ONS) Rabu (12/10/2022). Ekonomi menyusut setelah sebelumnya mencapai 0,1% pada Juli.
"Ekonomi menyusut pada Agustus dengan produksi dan jasa jatuh kembali," tegas Kepala Ekonom ONS Grant Fitzner, dikutip AFP.
Layanan konsumen mengalami kontraksi sebesar 1,8%. Penurunan terbesar terjadi untuk olahraga, hiburan dan rekreasi.
Analis menilai penurunan PDB Agustus ini akan menandai tren penurunan ke depan. Perlambatan akan terjadi hingga tahun depan.
"Penurunan PDB Agustus kemungkinan menandai awal dari tren penurunan yang akan berlanjut jauh ke tahun depan," kata kepala ekonom Inggris di konsultan penelitian Pantheon Macro, Samuel Tombs.
"Penurunan didorong oleh penurunan 1,8% bulan ke bulan dalam output di sektor jasa yang dihadapi konsumen, yang mencerminkan tekanan pendapatan riil yang intens pada rumah tangga," tambahnya lagi.
Inggris sendiri mencatat inflasi 9,9% pada Agustus. Ini merupakan rekor selama 40 tahun terakhir akibat meroketnya tagihan energi warga karena dampak perang Rusia-Ukraina, yang memperburuk krisis biaya hidup masyarakat.
Sebelumnya, dalam rilis kemarin, Dana Moneter International (IMF) memperkirakan ekonomi Inggris akan tumbuh 3,6% tahun ini. Namun ini akan terjun ke 0,3% tahun depan.
Di Ambang Resesi
Sementara itu, sejumlah analis menilai ekonomi Inggris kini sudah memasuki resesi teknis. Data ONS terbaru menunjukkan hal itu.
"Tekanan berkelanjutan pada keuangan rumah tangga terus membebani pertumbuhan, dan kemungkinan telah menyebabkan ekonomi Inggris memasuki resesi teknis dari kuartal ketiga tahun ini," kata kepala ekonom di KPMG UK, Yael Selfin, dikutip Reuters.
Samuel Tombs, dari Patheon Macroeconomics juga mengatakan demikian. Menurutnya sekitar sepertiga rumah tangga tidak lagi memiliki tabungan yang berarti dan 30% dengan hipotek kemungkinan akan mengurangi pengeluaran karena biaya pinjaman naik.
"Kombinasi dari pukulan berkepanjangan terhadap pendapatan riil dari pembiayaan kembali hipotek, kelambatan yang biasa terjadi antara perubahan sentimen perusahaan dan keputusan pengeluaran, dan kendala yang sekarang dihadapi pembuat kebijakan makro menunjukkan bahwa resesi tidak akan berakhir paling cepat akhir 2023," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Inggris Nyungsep 0,3%, 'Hantu' Resesi Datang Lagi