Internasional

Inflasi Makin Ngeri, IMF Minta Bank Sentral Lebih 'Sadis'

luc, CNBC Indonesia
Rabu, 12/10/2022 06:22 WIB
Foto: CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral dituntut bertindak tegas demi mengembalikan inflasi ke jalur yang lebih terkendali seiring dengan angka yang mengukir rekor demi rekor dalam beberapa dekade terakhir. Hal itu sekaligus menandai stabilitas keuangan global yang sangat menantang pada tahun depan.

Hal tersebut diungkapkan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam Global Financial Stability Report terbarunya yang dirilis Selasa (11/20/2022), bersamaan dengan pertemuan tahunannya pekan ini.

Dikutip dari AFP, pertemuan itu dibuka dalam periode yang menantang bagi ekonomi global, karena lonjakan harga dan kenaikan suku bunga telah menjadi ancaman dan konsekuensi nyata pada saat banyak negara mencoba pulih dari dampak pandemi Covid-19.


IMF pun meminta bank sentral tegas dalam kebijakannya memerangi inflasi.

Imbauan tersebut menegaskan kembali komentar sebelumnya dari Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pekan lalu yang mengatakan terlalu dini untuk mundur dari kebijakan yang lebih ketat.

Adapun, masalah rantai pasokan sudah lazim karena permintaan melonjak setelah perlambatan pandemi, memicu inflasi di seluruh dunia, dan diperburuk serangan Rusia ke Ukraina yang membuat harga pangan dan energi melonjak.

IMF menilai komunikasi yang jelas tentang komitmen pembuat kebijakan akan sangat penting untuk "menjaga kredibilitas dan menghindari volatilitas pasar yang tidak beralasan." Namun, diakui bahwa baik negara maju maupun negara tak akan semudah itu luput dari risiko ekonomi yang lebih buruk.

Penasihat keuangan IMF Tobias Adrian dalam sebuah unggahan di blog mengatakan pasar global menunjukkan ketegangan karena investor menjadi lebih menghindari risiko selama ketidakpastian ekonomi dan kebijakan yang lebih ketat.

Dia menambahkan bahwa harga aset keuangan telah jatuh dengan pengetatan kebijakan moneter, sementara prospek ekonomi memburuk dan kekhawatiran resesi meningkat.

"Sektor properti yang goyah di banyak negara menimbulkan kekhawatiran tentang risiko yang dapat meluas dan meluas ke bank dan ekonomi makro," tuturnya.

China, misalnya, melihat penurunan sektor propertinya makin dalam karena penjualan rumah merosot selama pandemi Covid-19 dan memperburuk 'kesengsaraan. likuiditas pengembang.

Kegagalan pengembang real estat itu pada gilirannya dapat memukul sektor perbankan, termasuk beberapa bank kecil.

Sementara itu, pasar negara berkembang menghadapi risiko mulai dari biaya pinjaman yang tinggi dan inflasi, bersama dengan pasar komoditas yang bergejolak.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: The Fed Rugi USD 1 Triliun Dampak Pengetatan Moneter