Proyek Pengganti LPG Tanpa Uang Negara, Hati-Hati Mangkrak!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 11/10/2022 12:10 WIB
Foto: Proyek Pembangunan Pipa Transmisi Gas Ruas Cirebon-Semarang (dok)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana tidak lagi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pembangunan proyek jaringan gas kota (jargas) pada tahun depan. Adapun rencana tersebut dinilai berpotensi membuat program pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) ini menjadi mangkrak.

Pengamat Ekonomi Energi Unversitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, apabila pembangunan jargas lebih mengandalkan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), misalnya melalui skema lelang, maka menurutnya potensi mangkrak akan jauh lebih besar.

"Potensi mangkrak sangat besar jika perusahaan swasta yang bangun pipa. Sebelumnya beberapa proyek pipa mangkrak, bahkan pemenang tender tidak pernah membangunnya," tutur Fahmy kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/10/2022).


Fahmi menilai, dengan tidak lagi menggunakan skema pendanaan dari APBN, maka proyek jargas dipastikan akan terganggu pelaksanaannya di kemudian hari. Di samping itu, untuk membangun jaringan pipa gas dibutuhkan investasi dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan keuntungannya sangat kecil, dan memiliki risiko besar.

Menurutnya, dengan karakteristik tersebut, sangat jarang bagi swasta membiayai jaringan pipa gas. Kecuali, lanjutnya, perusahaan swasta yang membangun pipa diberikan monopoli penyaluran gas.

"Dengan skema monopoli tersebut, pembangunan pipa oleh swasta bisa lebih cepat ketimbang dibiayai APBN, yang alokasi dana APBN terbatas," katanya.

Perlu diketahui, ada salah satu proyek pipa gas yang mangkrak selama 15 tahun karena diberikan kepada badan usaha, hingga akhirnya proyek dilanjutkan dengan menggunakan dana APBN. Proyek pipa gas yang pernah mangkrak tersebut yaitu pipa transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem).

PT Rekayasa Industri (Rekind) yang telah ditunjuk sejak 2006 untuk membangun pipa transmisi gas Cisem ini tak kunjung mengerjakan proyek ini, malah akhirnya menyatakan mundur dari proyek ini pada Oktober 2020 lalu.

Kemudian, akhirnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil alih proyek ini dan menganggarkan Rp 1,14 triliun untuk pembangunan proyek pipa gas transmisi ini pada 2022.

Pembangunan pipa transmisi gas ini akan dimulai dari ruas Semarang-Batang sepanjang ± 62 km. Rincian ini tertuang dalam surat pengumuman Nomor: 3.Pm/MG.07/DJM/2021 tentang Rencana Pembangunan Pipa Transmisi Gas Cirebon-Semarang.

Dalam surat pengumuman ini disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM ditunjuk sebagai pemilik kegiatan Pembangunan Pipa Transmisi Gas Cirebon-Semarang ini.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pembangunan jargas pada tahun depan akan lebih mengandalkan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dengan begitu, proyek jargas tidak lagi membebani APBN.

"Kalau KPBU itu nanti dilelang, bukan dari pemerintah (anggarannya). Tahun depan gak ada anggaran. Jadi nanti ke depan swasta, nanti dilelang biasanya besar," ungkap Tutuka dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (10/10/2022).

Bahkan, lanjutnya, pemerintah sendiri sudah memilih tempat yang akan dilakukan pilot project atau uji coba untuk pelaksanaan proyek jargas dengan skema KPBU, di antaranya yakni Kota Palembang dan Batang.

"Ini akan skala besar ke depan. Kita harapkan satu tahun satu juta (sambungan). Sekarang go pilot dulu. Itu untuk dicoba di kedua kota itu. Nanti akan ada sembilan kabupaten kota ke depannya," kata dia.

Meski begitu, ia berharap agar pemerintah daerah juga turut berpartisipasi dalam implementasi program jargas ini. Mengingat, pelaksanaan di lapangan tidak begitu mudah.

Adapun, untuk satu sambungan proyek jargas memerlukan anggaran sekitar Rp 10 juta. Sementara setelah tersambung, proses bisnis kemudian akan dilanjutkan oleh badan usaha seperti PGN.

"Kalau Rp 10 juta per rumah tangga, kalau 100 ribu kan satu triliun, jadi kalau 300 ribu kita langsung bisa kalikan saja jumlahnya, kan besar," katanya.

Proyek jargas sendiri pelaksanaannya sudah dimulai sejak 2009 dengan menggunakan dana APBN. Adapun pembangunan jargas hingga saat ini sudah menjangkau 839 ribu sambungan rumah, baik itu dari skema APBN dan non APBN.

Perlu diketahui, proyek jargas ini bisa menggantikan penggunaan LPG yang pengadaannya sebagian besar berasal dari impor.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), impor LPG RI dalam satu dekade telah menunjukkan peningkatan tiga kali lipat hingga mencapai 6,34 juta ton pada 2021. Adapun porsi impor LPG pada 2021 telah mencapai 74% dari total kebutuhan. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan porsi impor LPG pada 2011 yang "hanya" sebesar 46%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai impor LPG RI pada 2021 mencapai US$ 4,09 miliar atau sekitar Rp 58,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$), meroket 58,5% dibandingkan nilai impor pada 2020 lalu yang tercatat US$ 2,58 miliar.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 80% LPG RI Berasal Dari Impor!