Krisis Inggris Makin 'Mencekik', Ini Skenario Terburuknya!

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
08 October 2022 14:40
Sebuah bendera serikat berkibar setengah tiang setelah diumumkan bahwa Ratu Elizabeth II telah meninggal, di Istana Buckingham, London, Inggris, Kamis (8/9/2022). Ratu Elizabeth II yang merupakan pemimpin terlama yang memerintah Inggris dan tokoh negara selama tujuh dekade meninggal dalam usia 96 tahun. (Photo by DANIEL LEAL/AFP via Getty Images)
Foto: Bendera Inggris berkibar setengah tiang setelah diumumkan bahwa Ratu Elizabeth II telah meninggal, di Istana Buckingham, London, Inggris, Kamis (8/9/2022). Ratu Elizabeth II yang merupakan pemimpin terlama yang memerintah Inggris dan tokoh negara selama tujuh dekade meninggal dalam usia 96 tahun. (Photo by DANIEL LEAL/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kerajaan Inggris mengalami krisis yang semakin mengerikan. Krisis yang saat ini terjadi dianggap bisa separah krisis ekonomi pada 2008.

Krisis yang menyerang negeri mendiang Ratu Elizabeth II itu terkait juga masalah inflasi dan kemiskinan yang merajalela. Inggris juga dipusingkan dengan krisis energi di tengah musim dingin yang terjadi.

Per Agustus 2022, inflasi Inggris berada di level 9,9% secara year-on-year (yoy). Hal ini terjadi saat harga pangan di negara itu naik karena krisis biaya hidup terus berlanjut.

Untuk inflasi inti, yang tidak termasuk energi yang mudah menguap, makanan, alkohol, dan tembakau. Ini naik 0,8% secara bulan ke bulan dan 6,3% secara tahunan.

Analis memprediksi Inggris bakal jatuh ke jurang resesi lebih cepat. Dengan krisis dan ancaman resesi yang dialami Inggris, akankah Indonesia terdampak?

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, krisis di Inggris hanya memberi dampak sedikit bagi Indonesia. Sebab Inggris bukan menjadi mitra dagang utama Indonesia.

Meski demikian, ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari krisis Inggris. Misalnya, potensi investasi dari Inggris yang berkurang.

"Investasi dari Inggris dalam kondisi begini bisa berkurang. Mereka memprioritaskan negaranya dulu untuk memperbaiki," katanya, Sabtu (8/10/2022).

Sebagai informasi, Inggris menempati posisi ke-8 investor terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, total investasi selama 2021 mencapai US$ 228 juta atau Rp 3,46 triliun.

Selain itu, Tauhid menyebut ada potensi penurunan perdagangan dari Inggris, baik ekspor maupun impor, meskipun tidak besar. Ini sesuai dengan pendapat Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira.

"Porsi tujuan ekspor Indonesia ke Inggris sebesar 0,6% dari total ekspor atau US$ 1,4 miliar sepanjang 2021. Sementara impor barang dari Inggris porsinya 0,5% dari total impor atau US$ 1 miliar," ujarnya.

Dampak krisis Inggris lebih berpengaruh terhadap psikologis investor di pasar keuangan. Menurut Bhima, Indonesia justru harus mewaspadai kondisi ekonomi China.

"Karena Indonesia ini lebih terpengaruh kepada Tiongkok (China). Jadi yang harus menjadi perhatian lebih adalah situasi ekonomi di China yang akan langsung dampak ke Indonesia," ungkap dia.

Kemudian, krisis Inggris bisa juga mempengaruhi sektor pariwisata Indonesia. Di mana dari sisi wisatawan, orang-orang Inggris, Eropa yang liburan ke Indonesia akan turun.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Inggris Makin Ngeri? Pemerintah Sebar BLT Rp 16,8 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular