Ini Tanda-tanda RI Kena Getah dari Efek 'Dunia Gelap'

Jakarta, CNBC Indonesia - Perlambatan ekonomi global mulai menunjukkan penguatan di berbagai negara. Berbagai jenis krisis, mulai dari pangan, energi hingga finansial telah telah menerjang.
Head of Asia-Pacific Sovereigns Fitch Ratings, Thomas Rookmaaker, mengatakan pihaknya memproyeksi Eropa dan Inggris akan mengalami resesi bersamaan di tahun ini. Penyebabnya karena harga energi, yaitu gas yang tinggi. Akibat ketegangan perang antara Rusia dan Ukraina.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) diproyeksikan mengalami resesi ringan pada tahun depan. Saat resesi terjadi tahun depan ini, ujar Thomas, bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed) akan berhenti menaikkan suku bunga acuannya.
"Dalam laporan ekonomi global terbaru, kami menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,4% di 2022 dan 1,7% di 2023. Ini sangat rendah," katanya, dikutip Kamis (6/10/2022).
Resesi global, terutama di negara maju, akan berdampak bagi Indonesia. Inflasi akan mulai merangkak naik, ekspor melemah dan era suku bunga tinggi datang.
Ternyata, tanda-tanda Indonesia terkena dampak dari 'dunia gelap' yang terjadi saat ini mulai nampak.
Pertama, peminat dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) ataupun Surat Berharga Negara Syariah (SBSN) anjlok dalam sebulan terakhir.
Hal ini disebabkan oleh kekacauan global yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan di dalam negeri dan global sehingga membuat investor lebih memilih menanam investasi ke instrumen lain ataupun tempat lain.
Pada lelang SBSN, Selasa (4/20/2022), jumlah penawaran yang masuk hanya Rp 7,05 triliun atau yang terendah sepanjang tahun ini.
Pada lelang SUN pekan lalu, total penawaran yang masuk mencapai Rp 23,67 triliun. Jumlah tersebut adalah yang terendah kedua sepanjang tahun ini setelah lelang pada 10 Mei 2022 (Rp 19,74 triliun).
Jumlah penawaran yang masuk pada lelang SUN pekan lalu bahkan tidak mencapai setengah dari yang tercatat pada lelang sebelumnya (Rp 52,06 triliun).
Merujuk data Kementerian Keuangan, rata-rata penawaran yang masuk pada lelang SUN tahun ini mencapai Rp 48,64 triliun. Termasuk di dalamnya adalah dari investor asing sebesar Rp 6 triliun.
Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan pada 2021 yang mencapai Rp 75 triliun dan Rp 70 triliun pada 2020. Jumlah penawaran investor asing pada 2021 sebesar Rp 12,43 triliun sementara pada 2020 sebesar Rp 9,34 triliun. Artinya, rata-rata penawaran yang masuk dalam lelang SUN pada tahun ini anjlok 35% dibandingkan 2021 dan ambles 30,5% dibandingkan pada 2020.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan appetite market untuk membeli obligasi memang menurun sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
"Appetite market untuk obligasi sekarang lebih rendah di tengah kenaikan suku bunga," kata Irman kepada CNBC Indonesia.
Kedua adalah pelemahan rupiah akibat efek 'strong dollar'. Akhir September, rupiah telah melewati level Rp 15.000 per dolar AS. Pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu (5/10/2022), rupiah telah mencapai Rp 15.190 per dolar AS. Rupiah berhasil menguat 0,36% dari level pembukaan.
Namun, Kepala Ekonom BCA David Sumual memperkirakan kesempatan untuk rupiah sangat kecil untuk kembali ke kurs Rp 14.000/US$.
"Terutama setelah The Fed memastikan ketika ada konferensi di Jackson Hole bahwa Fed akan masih terus menaikkan suku bunga. Kemungkinan kecil untuk balik ke kurs Rp 14.000-an," jelas David.
Ketiga, inflasi di dalam negeri merangkak naik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2022 mengalami inflasi 5,95% (yoy). Laju inflasi ini sudah melebihi target sasaran pemerintah dan Bank Indonesia (BI) 2%-4% pada tahun ini.
Inflasi terutama bersumber dari peningkatan harga kelompok administered prices, yaitu naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). Penyesuaian harga BBM mulai dari Pertamax hingga BBM bersubsidi, yaitu solar dan Pertalite, tidak terlepas dari kenaikan harga minyak.
Per Maret 2022, harga minyak mentah Indonesia (ICP) sempat mencapai US$ 114,68 per barel.
Dikutip dari data harian Kementerian ESDM, rata-rata ICP Bulanan Januari - Oktober 2022 adalah 99,62 USD/barel.
Tingginya harga minyak dipengaruhi oleh kondisi di pasar global, di mana permintaan energi meningkat tajam seiring dengan melandainya angka Covid-19.
Sementara itu, harga tetap tinggi seiring dengan perang Rusia dan Ukraina yang turut mengganggu rantai pasok energi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai situasi Indonesia saat ini masih cukup baik dibandingkan negara lain.
Buktinya, investasi berbondong-bondong masuk ke tanah air. Salah satunya PT Wavin Manufacturing Indonesia dengan investasi perusahaan mencapai US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun.
"Meskipun dunia pada posisi krisis finansial, tapi Indonesia masih dipercaya untuk investasi perusahaan-perusahaan dunia. Karena stabilitas ekonomi yang baik di negara kita," paparnya.
Bahkan, Perekonomian Indonesia diperkirakan masih bisa tumbuh positif tahun ini dan 2023. Jokowi tetap meminta semua pihak waspada dan menginginkan jajarannya menyiapkan antisipasi.
"Itu yang saya sampaikan itu dunia, ekonomi dunia tahun depan semua lembaga Internasional dalam posisi yang tidak baik, dalam posisi yang lebih gelap, meskipun eko kita tumbuh 5,44%, itu adalah sangat baik, tetapi kita harus waspada dan siap-siap dalam posisi apapun," tegas Jokowi.
[Gambas:Video CNBC]
Simak! Ini Jadinya Kalau Harga BBM Naik
(haa/haa)