Bos BI Sebut Ada Kekacauan Global, Buktinya di Depan Mata!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia sedang tidak baik-baik saja, bukan hanya imajenasi semata. Hampir semua institusi memberikan proyeksi perekonomian yang suram di tahun ini hingga 2023 mendatang, bahkan bisa lebih lama lagi.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo juga mengungkapkan hal yang sama saat menyatakan mengenai transformasi ekonomi.
Pada kesempatan tersebut Perry menyatakan saat ini ekonomi bergerak tidak hanya bisa mengandalkan mekanisme pasar, karena memiliki batasan.
"Lihat lah dunia, kita sekarang sedang menghadapi kekacauan global, stagflasi, inflasi yang sangat tinggi. Karena komoditas energi dan pangan tidak didistribusikan secara merata di seluruh dunia," jelas Perry.
Stagflasi hingga inflasi yang sangat tinggi seperti di awang-awang, sering disebut tetapi tidak dirasakan, apalagi dilihat.
Inflasi yang tinggi melanda Amerika Serikat (AS), Eropa dan beberapa negara lainnya. Inflasi di Indonesia sendiru sudah mulai menanjak, tetapi tidak separah di Barat yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Oleh karena itu, kekacauan global yang disebut Perry mungkin tidak dirasakan oleh orang awam. Tetapi, untuk melihat seberapa kacau kondisi global saat ini bisa melihat dari pergerakan bursa saham AS (Wall Street).
Wall Street merupakan bursa saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia dan merupakan kiblat bagi bursa saham lainnya. Wall Street juga bisa menjadi proxy kondisi perekonomian global. Sebab, investor selalu forward looking.
Ketika kondisi ekonomi ke depannya dirasa akan susah, pendapatan para emiten diprediksi akan menurun, alhasil para investor akan melepas saham-saham yang dimiliki. Indeks saham pun ambrol.
Hal itu lah yang terjadi saat ini. Sepanjang tahun ini indeks S&P 500 sempat ambrol sekitar 25% ke 3.585,624 pada Jumat (30/9/2022) lalu. Level tersebut merupakan yang terendah sejak November 2020 lalu.
Jebloknya indeks S&P 500 tersebut menjadi bukti di depan nyata jika dunia sedang tidak baik-baik saja.
Selain merosot, volatilitas tinggi yang dialami S&P 500 juga menunjukkan kekacauan global. Pada Senin dan Selasa lalu S&P 500 sukses melesat 2,6% dan 3%. Tetapi Rabu kembali mengalami fluktuasi. Sempat melemah lebih dari 1%, kemudian berbalik menguat, tetapi di akhir perdagangan merah lagi.
Pergerakan tersebut mengindikasikan investor masih meragukan pasar saham akan kembali pada tren menanjak. Artinya, perekonomian global diperkirakan masih suram ke depannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Ramalan BI: Inflasi Bakal Melejit Sampai 4,6%
(pap/pap)