Begini 'Ngerinya' Dunia Jika Resesi 2023 Menjadi Kenyataan!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 06/10/2022 07:35 WIB
Foto: Petugas menhitung uang asing di penukaran uang DolarAsia, Blok M, Jakarta, Senin, (26/9/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi sepanjang 2022 semuanya serba tak pasti. Berbagai perkembangan perekonomian dunia kini telah menebar kekhawatiran. Bertemunya krisis energi, pangan, dan keuangan berujung pada resesi global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu menyebut tiga 'triple horror' yang dihadapi dunia saat ini. Mulai dari risiko inflasi, suku bunga tinggi, hingga risiko perlambatan ekonomi.


Salah satu dari ketiga hal yang ditakutkan Sri Mulyani mungkin semakin terlihat nyata, yakni risiko kenaikan inflasi. Inflasi yang meroket nampaknya semakin tidak terhindarkan, pasca keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui keputusan pemerintah mengerek harga BBM akan mendorong laju inflasi. Berdasarkan kalkulasi pemerintah, inflasi nasional akan merangkak hingga 1,8% dari kenaikan harga BBM.

"Hitungan dari menteri kemarin, akan naik ke 1,8%," kata Jokowi, dikutip Kamis (6/10/2022).

Jokowi sendiri menegaskan tidak akan tinggal diam dengan risiko kenaikan inflasi. Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan bantuan sosial (bansos) berupa bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM.

"Saya enggak mau diem. Kita harus intervensi," tegas Jokowi.

Jokowi sendiri mengakui momok yang saat ini dikhawatirkan semua negara adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi. "Momok semua negara sekarang ini pertumbuhan, growth-nya berapa, inflasinya berapa," kata Jokowi.

Adapun dalam beberapa waktu terakhir, sederet negara jatuh ke lubang resesi. Baik negara maju maupun negara berkembang, apalagi miskin. Bahkan seperti Sri Lanka, Argentina serta Bangladesh sudah bangkrut.

Hal ini disebabkan oleh situasi dunia yang semakin kacau balau. Inflasi global melonjak akibat krisis rantai pasok karena pandemi covid yang berlangsung selama dua tahun lebih. Hal ini juga diperburuk oleh perang Rusia - Ukraina yang belum diketahui ujungnya. Sampai muncul krisis energi dan pangan di beberapa negara.

Lonjakan inflasi direspons oleh pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga negara maju. Situasi tersebut menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, pelemahan nilai tukar dan lonjakan biaya utang (cost of fund).

Kondisi ini diikuti oleh koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Ini mengakibatkan potensi terjadinya stagflasi yaitu pelemahan ekonomi global disertai inflasi tinggi.

Indonesia sendiri, kata Jokowi masih akan tetap tumbuh. Inflasi memang ada sedikit kenaikan akibat kebijakan penyesuaian harga BBM. Akan tetapi diantisipasi dengan berbagai kebijakan bantuan sosial.

"Kita berhitung dengan detail, karena penyesuaian subsidi BBM yang sudah kita umumkan Minggu lalu berimbas ke inflasi," katanya.


(cha/cha)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Emas Antam Naik Tinggi - Daftar Negara Terancam Krisis