PUPR: Estafet Financing Gaet Minat Swasta di Infrastruktur

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
04 October 2022 15:11
Press Conference Road to CreatIFF 2022: Inovasi Pembiayaan Infrastruktur PUPR yang Berketahanan dan Berkelanjutan
Foto: Press Conference Road to CreatIFF 2022: Inovasi Pembiayaan Infrastruktur PUPR yang Berketahanan dan Berkelanjutan/Khoirul Anam

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian PUPR memaparkan inovasi pembiayaan infrastruktur untuk skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan estafet financing bisa menjadi salah satu alternatif pembiayaan dan menarik pihak swasta untuk lebih banyak berperan.

"Proses itu selama ini cycle-nya satu kali, bangun sampai habis masanya. Ini sebetulnya bisa kita recycle di tengah-tengah dan digantikan pihak lain. Dan resource yang dihasilkan dipakai untuk membangun infrastruktur lain," jelas dia dalam Road to CreatIFF 2022: Inovasi Pembiayaan Infrastruktur PUPR yang Berketahanan dan Berkelanjutan, Selasa (4/10/2022).

Seperti diketahui total kebutuhan investasi untuk pembangunan infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan pada 2020-2024 membutuhkan Rp 2,058 triliun. Dengan rincian untuk sektor sumber daya air sebesar Rp 577 triliun, sektor perumahan sebesar Rp 780 triliun, sektor pemukiman sebesar Rp 128 triliun, dan sektor jalan dan jembatan sebesar Rp 573 triliun.

Sementara itu dana dari APBN hanya menyediakan sebesar Rp 623 triliun atau hanya 30% sehingga ada funding gap sebesar Rp 1,435 triliun atau 70%. Adapun estafet financing merupakan salah satu inovasi untuk menutup funding gap tersebut, khususnya untuk proyek jalan tol

Dia menjelaskan dalam skema pembiayaan alternatif estafet financing, terbagi empat tahapan. Pada tahap awal kontrak konstruksi yang sebelumnya dimiliki oleh badan usaha akan dialihkan ke Indonesia Investment Authority (INA).

Setelah itu, badan usaha menerima pembayaran dari INA senilai ekuitas ditambah pada saat proyek tersebut commercial operation date (COD) sebagai pengembalian dengan price to book value (PBV) kurang dari 1. Nantinya INA akan menerima kontrak yang dibayarkan pemerintah, sedangkan pemerintah menerima pendapatan dari jalan tol yang dioperasikan.

Lebih lanjut, Harry mengungkapkan pihaknya sudah melakukan pembahasan dengan para investor untuk menawarkan skema estafet financing.

"Memang minat mereka itu umumnya setelah proyeknya beroperasi, dan beroperasi secara mature. Jadi dalam fase development, tugasnya membangun aset dengan kualitas baik, nanti yang bergerak di pasar sekunder, dia bisa bergerak selaku off taker, semacam guarantee dari sini. Jadi proses bangun, nanti lima tahun lagi akan dibeli. Nah ini yang sedang kami jajakin kepada investor, termasuk kepada INA," tegas Harry.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pembangunan Tol Dikebut, Bisa Rampung Sebelum 2024?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular