Begini Dampak Ngeri Bagi PLN Menanggung Kelebihan Listrik

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
30 September 2022 14:10
Pekerja beraktifitas di area pembangkit listrik tenaga Gas dan Uap Jawa 2 di (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Guna memenuhi kebutuhan energi listrik nasional, PLN berupaya meningkatkan penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tanjung Priok (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) tengah didera masalah yang sulit, khususnya persoalan kelebihan pasokan listrik atau over supply listrik. Mau tidak mau, melalui skema Take or Pay (TOP) perusahaan setrum negara ini wajib membeli listrik dari pembangkit, walaupun listrik tersebut tak terpakai.

Sebagai pengetahuan, dalam catatan INDEF, rata-rata kelebihan listrik yang ditanggung oleh PLN mencapai 25%. Atau misalnya pada tahun 2021 kapasitas terpasang listrik sebesar 349 ribu Giga Watt Hour (GWh), sementara yang terjual atau terserap pada periode tersebut hanya 257 GWh. Itu artinya, ada selisih listrik sekitar 26,3% yang tak terserap.

Dari catatan INDEF pula, rata-rata kelebihan listrik yang harus diserap oleh PLN sebanyak 25% itu, PLN harus menanggung beban hingga Rp122,8 triliun selama kurun waktu satu dekade ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyampaikan, over supply listrik tentunya merugikan PLN. Karena ini akan meningkatkan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik.

Dampak yang terjadi, apabila kelebihan listrik ini masih terus terjadi, maka keuangan PLN akan bleeding atau berdarah-darah. Nasibnya, cashflow yang terganggu itu akan menyebabkan pemerintah turun tangan dalam pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) yang lebih besar.

"Ini disebut sebagai risiko kontigensi terhadap APBN. Kalau dibiarkan terus, maka defisit APBN kembali melebar dan tanggungan masalah PLN berakibat pada menyempitnya ruang fiskal," ungkap Bhima kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/9/2022).

Selain keuangan yang berdarah-darah, dampak serius akibat over supply listrik adalah, PLN makin sulit mendapatkan pinjaman baru karena risiko keuangan yang meningkat, sekaligus ketergantungan pada pembangkit berbahan bakar batu bara menurunkan minat kreditur baik bank maupun investor dalam melakukan pembelian surat utang PLN.

"Kalaupun ada yang memberi pinjaman konsekuensi bunga akan sangat mahal, interest payment PLN bisa bengkak. Repot juga, suku bunga sekarang terus naik, terutama bunga global bond ditambah isu lingkungan jadi tantangan utama PLN," tandas Bhima.

Direktur Distribusi PLN, Adi Priyanto mengatakan kelebihan pasokan listrik yang terjadi saat ini lantaran imbas dari prediksi pertumbuhan ekonomi yang meleset. Sementara PLN sudah menyiapkan beberapa pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

"Ini tentunya kami juga berusaha bagaimana demand ini bisa tercapai dengan adanya pertumbuhan ekonomi pasca Covid-19 jadi lebih bagus. Harapan baru bagi kami bisa matching antara pembangkit listrik tadi dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang ada," ujarnya dalam diskusi PMN BUMN, Untuk Apa Sih?, Kamis (29/9/2022).

Ia pun berharap agar pertumbuhan ekonomi di Indonesia semakin membaik ke depannya. Sehingga hal tersebut dapat menekan oversupply yang terjadi saat ini.

Lebih lanjut, menurut dia dengan di bangunnya industri di Batang dan sebagainya, ia berharap dapat membantu menyerap kelebihan pasokan listrik yang ada. Selain itu, PLN juga tengah berupaya agar dapat menunda pengoperasian atau Commercial Operation Date (COD) pembangkit listrik.

"Harapan kami bisa yang usaha-usaha kemarin bahwa PLN ini menunda COD untuk matching dengan demand dengan menunda COD pembangkit. Ini kerja keras teman-teman PLN untuk menegosiasi," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Listrik RI Luber-luber, Duit Melayang Hingga Rp122,8 Triliun!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular