Dunia Memang Gelap! AS Fix Resesi, Ekonomi Minus
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) terkonfirmasi memasuki jurang resesi. Ini setelah rilis data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal II-2022 tetap menunjukkan kontraksi secara tahunan.
Resesi ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara menurun dua kartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun. Meski demikian, ini bukanlah definisi resmi.
Berdasarkan data dari Biro Analisis Ekonomi AS yang dirilis Kamis sore waktu setempat, ekonomi AS mengalami kontraksi 0,6% secara tahunan pada kuartal II/2022. Ini tak berubah dari pembacaan awal pada akhir Juli lalu.
Data tersebut mengonfirmasi bahwa AS telah memasuki resesi secara teknis. Pasalnya Paman Sam juga kontraksi 1,6% pada kuartal I-2022.
Kendati demikian, data pertumbuhan PDB pada tahun lalu ternyata lebih baik dari catatan semula. Departemen Perdagangan AS dalam revisi tahunan data PDB menyatakan bahwa PDB AS meningkat 5,9% pada 2021, naik dari pertumbuhan 5,7% yang dilaporkan sebelumnya.
Adapun, ekonomi berkontraksi 2,8% pada 2020. Namun tak sedalam publikasi sebelumnya sebesar -3,4%.
"Resesi pandemi dari kuartal keempat 2019 hingga kuartal kedua 2020 sedikit kurang tajam daripada yang dipublikasikan saat ini," kata Direktur Asosiasi Akun Ekonomi Nasional di Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan, Erich Strassner, dikutip Reuters.
"Pemulihan dari kuartal kedua 2020 sedikit lebih kuat," tambahnya.
Revisi ke atas terhadap PDB dalam dua tahun ke belakang sebagian besar mencerminkan lebih banyak pengeluaran konsumen, ekspor, dan pengeluaran pemerintah federal. Ini daripada yang dilaporkan sebelumnya.
Sebelumnya, perlambatan AS memang sudah digembar-gemborkan sejumlah lembaga dunia. Dalam pernyataan awal September, Menteri Keuangan AS Janet Yellen sempat membenarkan adanya risiko resesi, meski membantah sudah ternari saat ini.
Hal tersebut karena pertempuran AS melawan inflasi dapat memperlambat ekonomi negara itu. Bank sentral, The Fed, terus menaikkan suku bunga.
"Resesi Amerika adalah risiko ketika The Fed (bank sentral AS) memperketat kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi", katanya pada CNN International, dikutip AFP.
"Jadi itu tentu risiko yang kami pantau," tegasnya.
Meski demikian, ia yakin penurunan serius dalam ekonomi AS bisa data dihindari. Ia menambahkan bahwa negeri itu memiliki pasar tenaga kerja yang kuat yang dapat dipertahankan.
"Inflasi terlalu tinggi, dan penting bagi kita untuk menurunkannya," kata Yellen lagi.
AS sendiri mencatat inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir di bulan Juni. Kala itu indeks harga konsumen di 9,1%.
Perlambatan negara maju lain juga disebut bisa terjadi di China dan Inggris. Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Asian Development Bank (ADB) telah berulang kali mengumandangkan bahaya resesi di 2023.
(sef/sef)