Bahan Baku Berlimpah, RI Menuju Ekosistem Baterai Listrik

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
29 September 2022 15:35
Presiden Joko Widodo secara resmi memulai tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi pada Rabu, 8 Juni 2022, di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo secara resmi memulai tahapan pembangunan industri baterai listrik terintegrasi pada Rabu, 8 Juni 2022, di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. (Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ambisi pemerintah untuk menjadi produsen baterai kendaraan listrik dunia semakin dekat. Apalagi negara ini dianugerahi cadangan nikel dan cobalt yang merupakan komponen bahan baku pembuatan baterai.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan Indonesia saat ini sudah mulai masuk ke ekosistem baterai kendaraan listrik. Di mana salah satu komponen yang dibutuhkan dalam pembuatan baterai yakni cobalt juga tersedia di Indonesia.

"Bijih nikel kadar rendah kita itu ada cobalt juga, jadi tidak perlu mereka (investor) ke Afrika gitu ya untuk mendapatkan cobalt karena di Indonesia mereka bisa mendapatkan nikel dan cobalt," kata Seto dalam acara Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (28/9/2022).

Meski begitu, saat ini Indonesia juga masih memiliki beberapa tantangan dalam menggenjot program hilirisasi untuk baterai kendaraan listrik. Pertama, yakni keterbatasan sumber daya manusia.

Menurut Seto keterbatasan sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, investor setidaknya membutuhkan 1000 lulusan metalurgi dan material science setiap tahun nya.

"Ini adalah PR yang harus kita selesaikan, Pak Menko sudah menginisiasi diskusi dengan beberapa universitas untuk membuka jurusan metalurgi yang ada di kampus-kampus mereka gitu kalau enggak nanti akan ada shortage mereka terpaksa mendatangkan TKA lagi kan nggak lucu gitu buat kita ya," ujar Seto.

Kemudian tantangan yang kedua, ketersediaan litium untuk bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia. Saat ini RI masih mengandalkan impor untuk memenuhi bahan baku tersebut. "Jadi kalau kita mau meningkatkan value added baterai dari prekursor menjadikan katoda kita butuh litium jadi saya kira ini 1 PR," ujarnya.

Namun demikian, Seto sempat bertemu dan berdiskusi dengan beberapa perusahaan litium dari Amerika dan Australia, dan berharap mereka mau membangun litium refinery di Indonesia.

"Jadi kita mau punya ekosistem lengkap. Saya kira ini satu langkah yang sangat penting ya next untuk nikel," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Punya Harta Karun Top-1 Dunia, RI Bisa Jadi Raja Baterai EV

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular