Internasional

Krisis Inggris Makin Ngeri, di Data Ini Resesi Setahun Penuh

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
29 September 2022 07:39
Orang-orang meletakan bunga sebagai tanda ucapan belasungkawa atas meninggalnya Ratu Elizabeth yang diletakkan di gerbang Istana Buckingham, London, Inggris, Kamis (8/9/2022). Ratu Elizabeth yang merupakan pemimpin terlama yang memerintah Inggris dan tokoh negara selama tujuh dekade meninggal dalam usia 96 tahun. (Photo by DANIEL LEAL/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC IndonesiaInggris diyakini sudah masuk dalam "pergolakan" resesi setahun penuh. Hal ini diakibatkan krisis biaya hidup di kerajaan.

Dalam analis S&P Global Ratings, Inggris diduga telah berada di tengah-tengah resesi empat kuartal yang moderat. S&P menduga resesi ini sudah dimulai pada kuartal kedua tahun ini.

Itu diakibatkan oleh rumah tangga yang menghadapi inflasi hingga 9,9%. Angka tersebut juga diproyeksikan akan naik akibat musim dingin yang akan datang sehingga konsumen akan mengurangi belanjanya.

"Langkah-langkah dukungan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah, terutama batas atas yang ditetapkan pada tagihan energi rumah tangga biasa, akan secara signifikan melindungi anggaran rumah tangga dari tekanan inflasi yang lebih besar selama musim dingin," ucap Ketua Kondisi Kredit Regional S&P Paul Watters menyarankan pemerintah dalam laporan yang dikutip CNBC International, Kamis (29/9/2022) itu.

"Ini, bersama dengan ketahanan pasar tenaga kerja yang berkelanjutan, adalah alasan utama kami tidak memperkirakan ekonomi Inggris akan berkinerja lebih buruk," tambahnya lagi menjelaskan.

S&P melihat Bank of England kemungkinan akan menaikkan suku bunga dari saat ini 2,25% menjadi 3,25% pada Februari 2023. Langkah itu menjadi salah satu upaya untuk mengendalikan inflasi menuju 2%.

"Di luar risiko global dan regional yang terkait dengan konflik Rusia-Ukraina, volatilitas yang berlangsung lama atau semakin dalam dalam nilai tukar pound dan pasar emas dapat menyebabkan kondisi pembiayaan yang lebih buruk dan memperburuk lingkungan ekonomi yang lebih luas di luar perkiraan kami saat ini," Watters menambahkan.

Pound mencapai titik terendah sepanjang masa terhadap dolar pada hari Senin. Sementara imbal hasil emas Inggris telah melonjak karena pasar mundur setelah London berencana menambah utang hingga 72 miliar pound.

Utang ini akan digunakan Perdana Menteri (PM) Liz Truss bersama Menteri Keuangannya Kwasi Kwarteng dalam mengambil rangkaian kebijakan pengendalian krisis. Termasuk pemotongan pajak dan subsidi energi untuk rumah tangga dan bisnis yang diperkirakan menelan biaya minimal 9% dari PDB hingga tahun 2026.

Namun, di sisi lain, Bank of England (BOE) berencana untuk memberikan kenaikan suku bunga 'signifikan' ketika pertemuan berikutnya pada bulan November. Ini dilakukan saat inflasi di negara itu belum bisa dikendalikan

"Kekhawatiran untuk pasar emas adalah bahwa hampir semua 6% dari PDB (dukungan energi darurat) akan didanai melalui utang baru, selama periode ketika BOE menyusutkan neracanya, dan depresiasi sterling menambah tekanan inflasi," tambah laporan S&P.

Sebelumnya akibat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, sejumlah media seperti Sky News dan Guardian, memuat bagaimana sejumlah fenomena terjadi di masyarakat Inggris.

Mulai dari kenaikan perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK), banyaknya warga yang menunggak tagihan energi dan melewatkan makan, hingga siswa sekolah yang terpaksa tak membawa bekal karena keterbatasan kemampuan orang tua membeli makanan.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Inggris Masih Ngeri, Warga Makan Makanan Hewan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular