Biden Desak Harga BBM AS Turun, RI Gimana Pak Jokowi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden meminta perusahaan minyak di negaranya menurunkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu menyusul adanya tren penurunan harga minyak mentah dunia yang saat ini berada di level US$ 80 per barel.
"Pesan saya sederhana. Kepada perusahaan yang menjalankan bisnis SPBU dan menetapkan harga tersebut. Turunkan harga yang Anda kenakan di SPBU untuk mencerminkan biaya yang anda bayar untuk produk tersebut," tegasnya dikutip dari New York Post, Rabu (28/9/2022).
Ia juga mendesak penurunan harga dapat sesegera mungkin dilakukan. Bahkan, Biden memberikan sinyal tenggat waktu bagi SPBU di negara itu untuk menurunkan harga. "Lakukan sekarang. Tidak sebulan dari sekarang. Lakukan sekarang. Dan itu akan menghemat banyak uang orang," tambahnya.
Lantas, dengan adanya penurunan harga minyak mentah dunia tersebut bagaimana dengan RI?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai dengan tren penurunan harga minyak mentah, maka ini menjadi sinyal positif bagi beban subsidi energi yang akan ikut turun. Dengan begitu, pemerintah mempunyai kesempatan untuk menurunkan harga BBM jenis subsidi ke angka sebelum terjadinya kenaikan.
"Langkah ini harus dilakukan karena tidak adil apabila harga minyak mentah turun beban subsidi menurun pemerintah masih mempertahankan harga BBM yang mahal. Nah jadi ada kemungkinan Pertalite turunkan lagi setidaknya di bawah Rp 7.650 per liter atau kembali ke level Rp 7.650 per liter dan solar sekitar Rp 5000 per liter," kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/9/2022).
Namun di sisi lain, dengan adanya tren penurunan harga minyak mentah, Indonesia sebagai penghasil komoditas yang cukup besar dari minyak sawit dan batu bara juga harus bersiap diri. Terutama dalam menghadapi terjadinya tren penurunan harga komoditas sejalan dengan harga minyak mentah yang saat ini turun.
"Ini artinya sektor sektor yang menjadi primadona akan berubah menjadi sektor yang mengalami kontraksi paling tajam. Inilah yang disebut roller coaster dari komoditas karena dalam waktu singkat harga komoditas naik dan turun dan sulit diperkirakan," kata Bhima.
Oleh sebab itu, ia menyarankan supaya pemerintah dapat mempersiapkan skenario, apabila sektor berbasis komoditas turun maka pemerintah harus mendorong sektor lainnya.
Misalnya sektor yang basisnya adalah industri pengolahan ataupun sektor ekonomi digital. Sehingga penurunan komoditas tidak langsung membuat perekonomian Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Untuk diketahui, berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (28/9/2022) pukul 13.00 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman November 2022 turun 1,24% ke level US$ 85,20 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November 2022 turun 1,24% ke level US$ 77,53 per barel.
(pgr/pgr)