Peringatan Bank Dunia: Dana Asing Bakal Kabur dari Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan inflasi telah memicu kenaikan suku bunga global. Kondisi ini akan menimbulkan depresiasi mata uang dan kaburnya modal asing di beberapa negara Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia.
"Perkembangan ini telah meningkatkan beban pembayaran utang dan ruang fiskal yang menyusut, serta merugikan negara-negara yang memasuki pandemi dengan beban utang yang tinggi," papar Bank Dunia dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update Bank Dunia edisi Oktober 2022, dikutip Rabu (28/9/2022).
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menjelaskan, pengendalian harga pangan serta subsidi energi menguntungkan bagi kelompok yang kaya dan membebani belanja pemerintah di sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.
"Para pembuat kebijakan menghadapi pilihan yang berat, yaitu antara mengatasi inflasi dan mendukung pemulihan ekonomi," jelas Mattoo.
Peringatan ini mulai tampak di dalam negeri. Bank Indonesia (BI) mencatat dana asing terus keluar dari dalam negeri (outflow) sepanjang tahun 2022.
Bank Indonesia (BI) mencatat hingga 22 September 2022 dana asing yang kabur mencapai Rp 148,11 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Sementara pada rentang waktu 19-22 September, dana asing yang kabur sebanyak Rp 3,80 triliun di pasar SBN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani membenarkan kondisi ini. Menurutnya, hal ini dipicu oleh kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang menciptakan gejolak pasar keuangan global. Aliran modal bergerak keluar alias outflow dari negara berkembang, termasuk dari Indonesia.
"Dengan statement hawkish dari federal reserve, pasti akan menimbulkan guncangan ke seluruh dunia," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Rabu (28/9/2022).
Sri Mulyani yakin the Fed akan terus menaikkan suku bunga acuan ke depannya.
"Tentu melihat dinamika ini perlu diwaspadai, volatilitas ini memicu outflow terutama bond holder," terang Sri Mulyani.
Kepemilikan asing pada SBN Indonesia kini tersisa 14,7%. Turun tajam dibandingkan 2019 yang mencapai 38%. Kondisi menimbulkan dampak positif dan negatif bagi perekonomian nasional.
"Di satu sisi menimbulkan stabilitas, karena tidak mudah terguncang dengan outflow. Namun bond holder oleh perbankan dan BI," kata Sri Mulyani.
(haa/haa)