Fix! OECD Tegaskan Dunia Gelap & Resesi Itu Nyata

Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menegaskan bahwa indikator perekonomian dunia memburuk dan berubah menjadi gelap.
Ekonomi dunia harus membayar harga tinggi untuk perang agresi Rusia yang tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan ilegal terhadap Ukraina.
"Ekonomi global telah kehilangan momentum setelah perang agresi Rusia yang tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan dan ilegal terhadap Ukraina. Pertumbuhan PDB telah terhenti di banyak ekonomi dan indikator ekonomi menunjukkan perlambatan yang berkepanjangan," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann pada konferensi pers proyeksi OECD, dikutip dari CNA Rabu (28/9/2022).
"Dengan dampak pandemi Covid-19 yang masih ada, perang menyeret turun pertumbuhan dan memberi tekanan tambahan pada harga, terutama untuk makanan dan energi."
Alhasil, dia menuturkan PDB global mengalami stagnasi pada kuartal kedua 2022 dan OECD melihat output ekonomi menurun di negara-negara G20.
OECD memperkirakan pertumbuhan global diproyeksikan akan tetap lemah pada paruh kedua tahun 2022, sebelum melambat lebih lanjut pada tahun 2023 menjadi pertumbuhan tahunan hanya 2,2%.
Angka ini turun dibandingkan dengan perkiraan OECD dari Desember 2021, sebelum agresi Rusia terhadap Ukraina. "PDB global sekarang diproyeksikan setidaknya USD 2,8 triliun lebih rendah pada tahun 2023," ungkap laporan OECD.
OECD juga memperkirakan inflasi yang tinggi bertahan lebih lama.
Tekanan inflasi meluas melampaui makanan dan energi hampir di mana-mana. Kondisi ini memicu biaya energi, transportasi dan tenaga kerja yang lebih tinggi.
OECD melihat tekanan inflasi yang lebih luas sudah terlihat di Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 2022, dan sekarang ini juga terlihat di kawasan Euro, dan pada tingkat yang lebih rendah muncul di Jepang.
"Di banyak negara, inflasi pada paruh pertama tahun 2022 berada pada level tertinggi sejak 1980-an."
OECD memperingatkan bahwa gangguan lebih lanjut pada pasokan energi akan memukul pertumbuhan dan meningkatkan inflasi, terutama di Eropa. Lembaga internasional ini juga yakin inflasi tinggi ini dapat mendorong banyak negara ke dalam resesi selama setahun penuh tahun 2023.
"Kebijakan moneter perlu terus diperketat di sebagian besar ekonomi utama untuk menjinakkan inflasi secara tahan lama," kata Cormann.
Selain itu, Cormann menilai stimulus fiskal juga menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan konsumen dan bisnis.
"Sangat penting bahwa kebijakan moneter dan fiskal berjalan beriringan," tegasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Jurang Resesi Makin Dekat! Ini Bukti Barunya...
(haa/haa)