
'Malapetaka' Hantam Negara-Negara Maju, 2023 Makin Gelap

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, G7 hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan negara-negara dunia dihadapkan oleh cobaan harga pangan dan energi yang kelewat tinggi, hingga 'hantu' bernama utang.
IMF pernah menyampaikan bahwa ada sekitar 60 negara yang ekonominya bermasalah dan rasio utangnya telah lebih dari 100% terhadap PDB. Jumlah ini pun mungkin masih akan bertambah.
Di sisi lain, China dan Amerika Serikat (AS), dua ekonomi besar dihadapkan dengan perlambatan ekonomi. China bermasalah akibat kebijakan zero Covid-19 dan gelombang panas yang membuat panen gagal serta kinerja manufakturnya susut.
Sementara itu, Negeri Paman Sam harus menelan pil pahit dari tekanan inflasi yang direspons oleh kebijakan suku bunga yang superketat. Kondisi ini diamini oleh banyak pejabat di negeri ini, Indonesia.
Melihat fakta tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi ekonomi dunia pada 2023 akan lebih berat dan menantang dibandingkan tahun ini.
"Tahun ini kita akan sangat sulit, terus kemudian tahun depan seperti apa? Tahun depan akan gelap," kata Jokowi, dikutip Sabtu (24/9/2022).
Menurut Jokowi, mengutip data lembaga internasional, sebanyak 60 negara berada di jurang keambrukan akibat ketidakpastian. Dia menambahkan sebanyak 320 orang di dunia telah mengalami kelaparan dan terancam lapar.
Suramnya ekonomi dunia ini dipicu oleh kondisi geopolitik yang masih panas antara Rusia dan Ukraina. Konflik yang dimulai dari awal tahun ini telah menyebabkan harga komoditas pangan dan energi global meningkat tajam sehingga inflasi di banyak negara melonjak ke level rekor tertinggi.
Sementara itu, Managing Director IMF Kristalina Georgieva mengungkapkan inflasi lebih tinggi dari yang diharapkan dan telah meluas melampaui harga pangan dan energi.
Hal ini mendorong bank sentral negara maju untuk mengumumkan pengetatan moneter lebih lanjut, satu langkah yang diperlukan tetapi akan membebani pemulihan. Gangguan terkait pandemi yang berkelanjutan-terutama di China-dan kemacetan baru dalam rantai pasokan global telah menghambat aktivitas ekonomi.
Kondisi ini yang dipercaya IMF ini akan menurunkan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dan 2023.
"Memang, prospeknya tetap sangat tidak pasti. Pikirkan bagaimana gangguan lebih lanjut dalam pasokan gas alam ke Eropa dapat menjerumuskan banyak ekonomi ke dalam resesi dan memicu krisis energi global," ujar Kristalina dikutip dari tulisannya di Blog IMF.
"Ini hanyalah salah satu faktor yang dapat memperburuk situasi yang sudah sulit. Ini akan menjadi 2022 yang sulit-dan mungkin 2023 yang lebih sulit, dengan peningkatan risiko resesi," lanjutnya.
(RCI/dhf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Negaranya Bangkrut, Sri Lanka Kini "Kiamat" Obat-obatan