Internasional

Berkelit dari Krisis, Inggris Potong Pajak Besar-besaran

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 23/09/2022 16:30 WIB
Foto: Inggris (AP Photo/Alastair Grant)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri (PM) baru Inggris, Liz Truss, berencana untuk mengumumkan pemotongan pajak besar-besaran untuk bisnis dan orang kaya pada hari Jumat, (23/9/2022). Hal ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara itu yang saat ini sedang dalam kondisi krisis.

Truss, yang saat ini kebijakannya dikenal sebagai 'Trussonomics', mengatakan siap untuk mengambil langkah yang seringkali dikenal sebagai 'trickle-down' itu. Ia menegaskan akan mengambil manuver yang tidak populer itu semata-mata untuk menyelamatkan ekonomi Inggris.

"Saya tidak menerima argumen bahwa pemotongan pajak entah bagaimana tidak adil," katanya kepada Sky News yang dikutip CNBC International.


"Apa yang kami ketahui adalah orang-orang dengan pendapatan lebih tinggi umumnya membayar pajak lebih banyak sehingga ketika Anda mengurangi pajak, seringkali ada manfaat yang tidak proporsional karena orang-orang itu membayar lebih banyak pajak di awal," tambahnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Kwasi Kwarteng rencananya akan mengumumkan paket anggaran kebijakan tersebut, yang juga ditujukan untuk mendukung rumah tangga dan bisnis yang terkena inflasi tertinggi dalam beberapa dekade.

Kwarteng pada hari Kamis mengatakan dia akan menghapus pajak atas gaji yang baru-baru ini diterapkan oleh pendahulunya Rishi Sunak dan akan mengungkapkan biaya rencana pemerintah baru untuk membatasi tagihan energi untuk rumah tangga dan bisnis.

"Pajak jalan menuju kemakmuran tidak pernah berhasil," kata Kwarteng Kamis setelah membalikkan kenaikan 1,25% dalam Asuransi Nasional (NI).

"Untuk meningkatkan standar hidup bagi semua, kita tidak perlu menyesali pertumbuhan ekonomi kita. Pemotongan pajak sangat penting untuk ini," tuturnya, dilansir AFP.

Di sisi lain, pendekatan tersebut telah menarik kritik dari lawan politik di dalam negeri dan juga sekutu internasionalnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

Biden, dalam sebuah cuitan, mengatakan ia "muak dan lelah dengan trickle-down dan menambahkan "itu tidak pernah berhasil."

Sementara itu, Bank of England teguh dalam menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi yang mencapai 9,9% pada bulan Agustus. Pada Kamis, bank sentral meningkatkan suku bunga dasar sebesar 0,5% menjadi 2,25%.

Analis mengatakan bahwa pengumuman itu akan menandai "momen kritis" untuk arah ekonomi Inggris. Mereka menyebut ada perbedaan arah antara Downing Street dan juga Bank of England.

"Bank, yang ingin meredam permintaan konsumen, dan pemerintah, yang ingin meningkatkan pertumbuhan, sekarang dapat menarik ke arah yang berlawanan," kata kepala penelitian di kelompok bisnis Kamar Dagang Inggris, David Bharier.

Pertanyaan juga telah diajukan tentang bagaimana program Truss seperti stimulus energi senilai 100 miliar pound akan didanai. Truss sendiri berpendapat bahwa pertumbuhan yang dihasilkan akan menghasilkan lebih banyak pendapatan yang akan menutupi biaya pinjaman tersebut.

"Kebutuhan untuk meningkatkan pinjaman di masa depan datang bersamaan dengan langkah-langkah pengetatan yang sedang dilakukan oleh bank sentral. Ini memiliki potensi untuk terus meningkatkan biaya pinjaman di masa depan," ujar kepala investasi, strategi multiaset, EMEA di Neuberger Berman, Niall O'Sullivan.

"Dengan semua yang dikatakan dan dilakukan, kami memperkirakan bahwa paket pengeluaran pemerintah mungkin melebihi 200 miliar selama dua tahun ke depan, membuang rencana yang ada untuk konsolidasi fiskal."


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025