
Bukan Bank Dunia, ADB Beri Kabar Gak Enak Ekonomi RI Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas perkiraan pertumbuhan 2022 untuk negara berkembang Asia. Sejumlah hal menjadi penyebab mulai dari penguncian Covid-19 China, perang Rusia-Ukraina, hingga upaya memerangi inflasi.
Meski pelonggaran pembatasan sudah dilakukan banyak negara untuk mendorong belanja konsumen dan investasi di kawasan, hambatan global disebut tetap akan muncul. Ini karena harga makanan serta bahan bakar melonjak dan bank sentral menaikkan suku bunga.
Hal ini ditegaskan Kepala Ekonom ADB Albert Park. Ia memperingatkan risiko tampak besar untuk prospek kawasan dan meminta pemerintah tetap waspada.
"Penurunan signifikan dalam ekonomi dunia akan sangat melemahkan permintaan ekspor kawasan itu," kata Park dikutip dari AFP, Rabu (21/9/2022).
"Pengetatan moneter yang lebih kuat dari perkiraan di negara maju dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan. Dan pertumbuhan di China menghadapi tantangan dari penguncian berulang dan sektor properti yang lemah," jelasnya.
Menurut ADB, pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia haya 4,3%. Ini turun dibandingkan perkiraab April, di mana April pertumbuhan 5,2%.
Ini merujuk ke 46 angora ADB, termasuk Indonesia. Wilayah ini tumbuh sebesar 7,0% pada tahun 2021.
Pertumbuhan China sendiri, dikoreksi 3,3% dari 5,0%. Strategi nol Covid cembalo disalahkan dan disebut menghancurkan ekonomi terbesar kedua dunia itu.
"Tidak termasuk China dari perkiraan keseluruhan, negara berkembang Asia lainnya akan tumbuh 5,3%," kata ADB lagi.
"Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade, negara berkembang Asia lainnya akan tumbuh lebih cepat dari China," tambah lembaga itu.
Sementara itu, perkiraan inflasi juga dinaikkan menjadi 4,5% dari 3,7%. Dua faktor menjadi penyebab yakni serangan Rusia ke Ukraina dan gangguan rantai pasokan menaikkan harga pangan dan energi.
"Beberapa bank sentral mungkin perlu berbuat lebih banyak untuk menjinakkan inflasi dan mencegah arus keluar modal, katanya lagi.
Bank Dunia
Sebelumnya, kabar buruk juga sudah diberikan Bank Dunia (World Bank). Tapi tak khusus Asia melainkan global.
Lembaga itu mengatakan dunia mungkin bergerak menuju resesi global di 2023. Secara spesifik, kenaikan suku bunga bank-bank sentral secara bersamaan menjadi penyebab.
Suku bunga dinaikkan untuk memerangi inflasi yang terus-menerus melonjak. Tapi itu, diyakini, tak akan cukup mampu membawa inflasi kembali ke tingkat sebelum pandemi Covid-19.
Bank Dunia mengatakan untuk mendorong inflasi lebih rendah, bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga dengan tambahan 2 poin persentase. Ini di atas kenaikan 2 poin yang sudah terlihat di atas rata-rata tahun 2021.
Tetapi peningkatan sebesar itu, bersama dengan tekanan pasar keuangan, akan memperlambat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global. Di mana di 2023, PDB dunia akan menjadi 0,5%.
"Tiga ekonomi terbesar dunia-Amerika Serikat, Cina, dan kawasan Eropa- telah melambat tajam," tulis lembaga itu dalam sebuah studi baru, akhir pekan kemarin.
"Bahkan pukulan moderat terhadap ekonomi global selama tahun depan dapat mendorongnya ke dalam resesi," tambah Bank Dunia.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Baik! ADB Proyeksi Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,4% di 2022
