Internasional
Hati-Hati RI, Ada Kabar Buruk dari India! Soal Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - India, pengekspor beras terbesar di dunia, membawa kabar buruk bagi Asia. Negara itu kini melarang pengiriman beras pecah.
Ini dilakukan pemerintah Perdana Menteri (PM) Narendra Modi untuk mengendalikan harga domestik. Pemerintah melarang ekspor dan mengenakan pajak 20% untuk beberapa jenis mulai 9 September lalu.
Dalam rilis terbarunya, Nomura mengatakan ini akan berdampak pada Asia. Namun yang pasti dua negara paling rentan, yakni RI dan Filipina.
Sebenarnya, dari data, India menyumbang sekitar 40% dari pengiriman beras global. Negeri Bollywood mengekspor ke lebih dari 150 negara.
Ekspor mencapai 21,5 juta ton pada tahun 2021. Itu lebih dari total pengiriman dari empat eksportir biji-bijian terbesar dunia yakni Thailand, Vietnam, Pakistan dan Amerika Serikat (AS).
Namun produksi telah menurun sebesar 5,6% (yoy) pada 2 September mengingat curah hujan monsun di bawah rata-rata. Ini akhirnya mempengaruhi panen.
Negara bagian penghasil beras menerima curah hujan 30% hingga 40% lebih sedikit. Di antaranya Benggala Barat, Bihar dan Uttar Pradesh.
Pemerintah India juga telah mengumumkan bahwa produksi beras selama musim monsun Barat Daya antara Juni dan Oktober bisa turun 10 hingga 12 juta ton. Ini turun sebanyak 7,7% (yoy).
"Tahun ini, pola hujan monsun yang tidak merata selama bulan-bulan tersebut telah mengurangi produksi," kata kepala ekonom di perusahaan jasa keuangan itu, Sonal Varma dikutip CNBC International, Selasa (20/9/2022).
Mempengaruhi RI?
Kajian Nomura mengatakan dampak larangan ekspor itu tak hanya dirasakan langsung oleh negara-negara yang mengimpor dari India tetapi juga yang tidak langsung. Pasalnya ini mengimpor beras akan terpengaruh harga yang melonjak.
"Karena berdampak pada harga beras global," tulisnya.
Temuan dari Nomura mengungkapkan bahwa harga beras tetap tinggi tahun ini, dengan kenaikan harga di pasar eceran mencapai sekitar 9,3% (yoy) pada Juli, dibandingkan dengan 6,6% pada 2022. Inflasi harga konsumen (CPI) beras juga melonjak 3,6% (yoy) pada Juli, naik dari 0,5% pada 2022.
Di Filipina, yang mengimpor 20% berasnya, ini pun akan menaikkan Inflasi. Mengingat beras menyumpang 25% dari CPI.
Data dari Otoritas Statistik Filipina mencatat inflasi berada pada 6,3% pada bulan Agustus. Ini di atas kisaran target bank sentral 2% hingga 4%.
"Mengingat hal itu, larangan ekspor India akan menjadi pukulan tambahan bagi negara Asia Tenggara itu," tulis Nomura.
Khusus Indonesia, ini juga akan mempengaruhi inflasi. Nomura melaporkan bahwa RI mengandalkan impor untuk 2,1% dari kebutuhan konsumsi berasnya.
"Dan nasi membentuk sekitar 15% dari keranjang CPI makanannya," tulisnya.
Negara yang Untung
Sebenarnya ada negara yang terpengaruh sedikit. Seperti Singapura.
"Konsumen di Singapura cenderung menghabiskan sebagian besar dari pengeluaran mereka untuk layanan, yang biasanya terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi," tambah lembaga itu.
"Sebaliknya, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah cenderung menghabiskan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan," ujar paparan itu lagi.
"Kerentanan perlu dilihat dari perspektif dampak pengeluaran bagi konsumen dan seberapa tergantung negara pada bahan makanan impor," tutup riset Nomura.
Meski kabar buruk bagi RI, Ini akan jadi kabar baik untuk Thailand dan Vietnam. Itu karena mereka adalah pengekspor beras terbesar kedua dan ketiga di dunia.
Keduanya bisa menjadi alternatif yang paling mungkin bagi negara-negara yang ingin mengisi kesenjangan beras India. Harga lebih mahal juga bisa menjadi peluang karena minimnya pasokan.
Data perusahaan riset Global mencatat produksi beras Vietnam adalah sekitar 44 juta ton pada tahun 2021. Ekspornya menghasilkan US$ 3,133 miliar.
Data Statista menunjukkan Thailand memproduksi 21,4 juta ton beras pada 2021. Itu meningkat 2,18 juta ton dari tahun sebelumnya.
"Siapa pun yang saat ini mengimpor dari India akan mencari untuk mengimpor lebih banyak dari Thailand dan Vietnam," kata Varma.
[Gambas:Video CNBC]
Tok! India Batasi Ekspor Gula, Seperti Apa Dampaknya?
(sef/sef)