"Kiamat" Batu Bara, Jokowi Minta Pensiun PLTU Dipercepat!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
15 September 2022 10:25
Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara
Foto: Infografis/ Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara baru. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden No.112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.

Peraturan Presiden ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 13 September 2022 dan berlaku efektif pada saat diundangkan yakni sama seperti tanggal penetapan, 13 September 2022.

Tak hanya melarang pembangunan PLTU baru, Presiden pun meminta Menteri untuk menyusun peta jalan percepatan untuk pengakhiran alias mempensiunkan PLTU yang masih beroperasi saat ini. Alasannya, ini dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal ini tercantum dalam Pasal 3.

Berikut bunyi Pasal 3 Perpres No.112/2022 ini:
(1) Dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, Menteri menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang dituangkan  dalam dokumen perencanaan sektoral.

(2) Penyusunan peta jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

(3) Peta jalan percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pengurangan emisi gas rumah kaca PLTU;
b. strategi percepatan pengakhiran masa operasional PLTU; dan
c. keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya.

(4) Pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk:
a. PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini; atau
b. PLTU yang memenuhi persyaratan:
1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional;
2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan
3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.

(5) Dalam upaya meningkatkan proporsi Energi Terbarukan dalam bauran energi listrik,
PT PLN (Persero) melakukan percepatan pengakhiran waktu:
a. operasi PLTU milik sendiri; dan/atau
b. kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL, dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.

(6) Dalam hal pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memerlukan penggantian energi listrik, dapat
digantikan dengan pembangkit Energi Terbarukan dengan mempertimbangkan kondisi penyediaan (supply) dan permintaan (demand) listrik.

(7) Pelaksanaan percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh PT PLN (Persero) memperhatikan kriteria paling sedikit:
a. kapasitas;
b. usia pembangkit;
c. utilisasi;
d. emisi gas rumah kaca PLTU;
e. nilai tambah ekonomi;
f. ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri; dan
g. ketersediaan dukungan teknologi dalam negeri dan luar negeri.

(8) PLTU yang dilakukan:
a. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
b. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL yang memerlukan penggantian pembangkit Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara.

(9) Dalam rangka:
a. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
b. percepatan pengakhiran waktu operasi PLTU milik sendiri dan/atau kontrak PJBL PLTU yang dikembangkan oleh PPL yang memerlukan penggantian pembangkit Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
Pemerintah dapat memberikan dukungan fiskal melalui kerangka pendanaan dan pembiayaan termasuk blended finance yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau sumber-sumber lainnya yang sah yang ditujukan untuk mempercepat transisi energi.

"Dukungan fiskal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (9) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara."

"Penetapan PLTU sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dimasukkan dalam RUPTL," bunyi Perpres tersebut.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dirut PLN Indonesia Power Buka-bukaan Jurus Tekan Emisi di Pembangkit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular