
"Kiamat" Ini ke Mana-Mana, Setelah Malaysia-AS Kini Jepang

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Kiamat' tenaga kerja kini melanda sejumlah negara di dunia. Jepang menambah jumlah negara yang mengalami fenomena tersebut.
Menurut jajak pendapat bulanan Reuters, sejak Agustus 2022, banyak perusahaan besar Jepang yang mulai menaikkan upah untuk menarik pekerja. Ini guna mengatasi kekurangan staf kronis.
Perusahaan-perusahaan Jepang biasanya menghindari kenaikan upah karena deflasi selama beberapa dekade. Itu diyakini membuat sulit untuk membebankan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen.
Namun hal ini berubah akibat pukulan ganda dari harga komoditas yang lebih tinggi dan yen melemah menaikkan biaya hidup serta tekanan pada pekerja. Perdana Menteri Fumio Kishida juga mulai meminta perusahaan untuk menaikkan upah.
"Jajak pendapat dari 495 perusahaan non-keuangan besar, yang diambil pada 2-12 Agustus, menyoroti keinginan perusahaan untuk meningkatkan upah. Kenaikan upah atau gaji awal dipilih oleh 44% responden sebagai salah satu dari beberapa taktik yang mereka adopsi," tulis Reuters dikutip Rabu (14/9/2022).
"Angka ini naik jika dibandingkan dengan hanya 25% perusahaan yang mengatakan dalam Survei Perusahaan 2017 bahwa mereka akan menaikkan gaji."
Hal ini juga diakui sejumlah pengamat. Kekurangan tenaga kerja mendorong perusahaan menaikkan upah.
"Gelombang berubah karena kekurangan tenaga kerja telah mendorong semakin banyak perusahaan untuk menaikkan upah meskipun secara bertahap," kata Koya Miyamae, ekonom senior di SMBC Nikko Securities.
"Sekarang baru permulaan, seiring bertambahnya usia dan berkurangnya populasi, momentum untuk menaikkan upah akan semakin kuat."
Sebenarnya, pengurangan jumlah pekerja telah menjadi perhatian selama bertahun-tahun di negara ekonomi terbesar ketiga dunia ini. Ini juga telah menjadi peringatan bagi ekonomi maju lainnya termasuk di Eropa.
Dalam riset yang sama, sebanyak 19% perusahaan mengatakan mereka mengamankan pekerja asing. Ini naik dibandingkan dengan survei 2017, 13%.
Sebelumnya 'kiamat' tenaga kerja sudah melanda Malaysia, Australia, Amerika Serikat (AS) hingga Kanada. Pandemi Covid-19 disebut-sebut menjadi salah satu penyebab kurangnya tenaga kerja di negara-negara.
Malaysia kekurangan pekerja migran. Data Juli, produsen mengatakan Malaysia kekurangan 1,2 juta pekerja, sebanyak 500.000 untuk konstruksi, 12.000 untuk kelapa sawit, 15.000 untuk chip, dan 12,000 untuk sarung tenaga medis.
Australia juga melakukan berbagai cara agar mendapatkan pada pekerja kembali. Pekan lalu, pemerintah meningkatkan jumlah migrasi permanen menjadi 195.000 dari tahun keuangan ini, meningkat 35.000 orang.
AS sendiri menghadapi 'kiamat' tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski perusahaan menawarkan bonus dan gaji yang tinggi, pekerjaan yang ditawarkan tak kunjung mendapatkan staff.
Menurut Fox News, ini terjadi pada sejumlah bisnis. Seperti restoran, toko, hingga penerbangan mulai dari petugas bagas ke pilot dan pramugari.
Kanada juga dilanda fenomena 'pensiun dini' beramai-ramai. Rekor jumlah warga Kanada berusia 55-64 tahun yang pensiun dalam 12 bulan terakhir meningkat. Itu, mempercepat eksodus massal pekerja paling terampil Kanada.
(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau Nggak? Ada Pekerjaan Digaji Tapi Tak Melakukan Apa-Apa