
Inflasi Amerika Makin Panas, Sri Mulyani Was-was

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Amerika Serikat (AS) baru saja diumumkan sebesar 8,3% year-on-year/yoy, atau lebih tinggi dari perkiraan sebesar 8,1% yoy.
Sementara secara bulanan naik 0,1% month-to-month/mtm meskipun terjadi penurunan harga gas. Inflasi inti sendiri naik 0,6% mtm.
Hal ini menarik perhatian dunia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merasa dampaknya akan terlihat pada kebijakan moneter bank sentral AS Federal Reserve (the Fed).
"Tadi malam inflasi di AS 8,3% yang menyebabkan reaksi negatif bukan hanya headline tapi core inflation mengalami kenaikan, implikasinya federal reserver akan hawkish di dalam kebijakan moneternya," ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Banggar DPR, Rabu (14/9/2022)
Laporan inflasi semakin meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed, bank sentral Amerika, akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) pada pertemuan 20-21 September. Laporan Agustus yang tinggi dapat membuat The Fed melanjutkan kenaikan secara agresif lebih lama dari yang diantisipasi oleh investor.
Menurut Sri Mulyani hal ini mesti diwaspadai dengan seksama. Sebab akan memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar keuangan Indonesia serta perekonomian secara keseluruhan.
"Berbagai skenario inflasi global yang melonjak tinggi dan memberikan kemungkinan kinerja ekonomi negara-negara maju harus kita perhatikan sebagai dinamika yang memiliki potensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, inflasi dan nilai tukar rupiah," ujarnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngerinya Inflasi AS: Biaya Makan Siang Naik Dua Kali Lipat