Keras! Gubernur Sulsel Tolak Perpanjangan Kontrak Vale
Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Sulawesi Selatan (Sulses) Andi Sudirman Sulaiman dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya menolak adanya perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Seperti yang diketahui, Kontrak Karya Vale Indonesia berakhir pada tahun 2025.
Gubernur Sulsel Andi Sulaiman menyatakan bahwa, sepanjang sejarah Vale Indonesia berada di Indonesia khususnya di Sulawesi, ia mencatat belum pernah ada masyarakat dari wilayahnya yang menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.
Jangankan menjadi management, kata Andi, Perusahaan Daerah (Perusda) wilayah Sulses juga tidak boleh melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar untk aktifitas pertambangan Vale tersebut.
Oleh karena itu, ia menyayangkan sikap perusahaan Vale Indonesia atas daerahnya. Sebab, kontribusi terhadap daerah Sulawesi Selatan juga tidak terlalu besar atau dalam setahun mencapai RP 200 miliar.
"Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Kalau langsung dikasih perpanjangan 35 tahun berat kami, karena ketika salah jalur saat gak punya finansial bagus untuk kelolanya 35 tahun menjadi penderitaan bagi kami. Kalau Freeport bisa dilepas (ke Pemprov/Pemda), kenapa ini tidak? kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami," ungkap dia dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR, Kamis (8/9/2022).
Nah, terkait dengan itu, pihaknya sudah mengajukan surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkenaan dengan kesiapan administratif dan finansial perusahaan dari BUMD Provinsi Sulsel untuk siap menjadi pemilik izin WIUPK eksplorasi tambang Vale Indonesia.
"Atas desakan seluruh stakeholders bersama masyarakat sekitar untuk menjadikan keharusan kuasa pertambangan wilayah Sulsel dipegang penuh oleh pemeirntah BUMD Sulsel dengan pertimbangan beberapa hal," tandas dia.
Adapun beberapa pertimbangan diantaranya adalah:
Pertama, isu lingkungan menjadi beban tersendiri bagi Pemda yang tidak dapat mengontrol langsung sistem kekayaan alam oleh kuasa pertambangan.
Kedua, monopoli konsesi pihak ketiga perlambatan pemanfaatan potensi SDA yang berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penanganan kemiskinan ekstrim.
"Kami pernah menjadi sorotan juga terkait beberapa desa yang menjadi wilayah ekstrim ini termasuk di Luwu Raya sebelum ada pemecahan wilayah pertambangan ini," ungkap dia.
Ketiga, BUMD Provinsi Sulses menunggu penyampaian syarat penawaran WIUPK secara prioritas oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) atas nama Pemerintah Pusat
(pgr/pgr)