Banyak 'Malapetaka' di Eropa, ECB Bakal Jadi Penyelamat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Eropa tengah menghadapi berbagai 'malapetaka' yang tiada habisnya. Inflasi tinggi menjadi ancaman utama, kemudian terjadi gelombang panas hingga kekeringan. Eropa akhirnya dihantui ancaman resesi ekonomi di tengah konflik perang yang tak kunjung mereda.
Beberapa waktu lalu Benua Biru ini tengah menghadapi kekeringan yang membuat beberapa aliran sungai dan danau menyusut akibat suhu yang sangat terik. Sementara, tekanan air dan panas "secara substansial mengurangi" hasil panen musim panas.
Selain itu, krisis energi juga semakin parah akibat kekeringan ini karena telah mengancam produksi nuklir serta menghadapi gangguan pada pembangkit listrik tenaga air di Negara Eropa Utara.
Perlu diketahui, saat ini pemerintah Eropa berebut untuk mengisi fasilitas penyimpanan bawah tanah dengan pasokan gas agar memiliki bahan bakar yang cukup. Ini untuk menjaga rumah tetap hangat selama beberapa bulan mendatang, karena masuknya musim dingin.
Kekhawatiran di Eropa telah meningkat saat ini setelah Rusia mengumumkan memperpanjang penutupan pipa gas utamanya ke Jerman. Tanpa batas waktu, Rusia menghentikan aliran melalui pipa Nord Stream 1 dan telah menutup pasokan di tiga pipa gas terbesar ke barat sejak seranganya ke Ukraina dimulai pada 24 Februari.
Ini mengancam jutaan penduduknya di tengah musim dingin yang sebentar lagi akan datang.
Krisis energi, PMI yang melandai, inflasi tinggi, dan pengetatan kebijakan moneter diperkirakan akan membuat ekonomi Eropa memburuk.
"Sekarang ini hal paling mendasar yang menjadi kekhawatiran pasar adalah lonjakan harga energi di Eropa, menurunnya permintaan di Eropa, serta kenaikan suku bunga acuan," tutur Phil Flynn, analis dari Price Futures Group, dikutip dariReuters.
Sebelumnya, minimnya pasokan gas sebenarnya telah memicu lonjakan 400% harga gas grosir selama tahun lalu. Ini telah melukai sektor-sektor intensif energi dari produksi logam hingga produksi pupuk di benua biru.
Inflasi meningkat mendekati level tertinggi dalam 50 tahun di 9,1% year-on-year (toy) pada Agustus dan tagihan energi warga melonjak mengikis daya beli rumah tangga. Hal itu meningkatkan tekanan kepada Bank Sentral Eropa (ECB) untuk menaikkan suku bunga yang lebih besar.
Tingginya tingkat inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga energi yang tetap tinggi, mencapai 38,3% dan kenaikan harga pangan sebesar 10,6%. Selain itu, harga jasa juga naik 3,8% dan barang industri non-energi naik sebesar 5%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Resesi Eropa Kian Nyata! Ini Buktinya!