Nih Pengakuan Jokowi & Sri Mulyani Soal Situasi Dunia Terkini

Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 08/09/2022 10:05 WIB
Foto: Infografis/ Daftar Bansos yang Disebar Jokowi Jelang Kenaikan Harga BBM/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan situasi dunia yang semakin gelap. Kini semua menjadi tidak jelas sehingga memberikan kesulitan terhadap banyak negara dalam mengambil kebijakan.

"Semua diuji karena geopolitik, karena global tidak jelas, sangat tidak jelas," kata Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di CNBC Indonesia, Rabu (7/9/2022)


Terkait dengan konflik Rusia dan Ukraina, Jokowi menilai kondisi perang akan berjalan lama. "Jangan berharap perang itu besok atau bulan depan selesai," kata Jokowi. Jika perang masih lama, Jokowi menuturkan dampaknya akan sulit dihitung dan dipastikan melebar kemana-mana.

"Tapi sejauh mana mempengaruhi growth, inflasi, negara mana yang kena. Lah ini yang harus hati-hati betul. Harus hati-hati betul. Tak bisa hanya makro saja. mikronya juga," ungkap Jokowi.

Melihat perkembangan ini, dia meminta pemikiran semua pihak harus berubah dalam menyikapi kondisi ekonomi dan geopolitik dunia. Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menceritakan bahwa akibat pelarangan ekspor nikel mentah, Indonesia digugat ke organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO).

Hal yang senada disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Bahkan menurutnya dunia berpotensi jatuh ke krisis pangan, energi dan utang.

"Tantangan situasi global akan berpotensi ke area krisis, pangan, energi dan utang," ungkapnya.

Hal ini disebabkan oleh inflasi global melonjak akibat krisis rantai pasok karena pandemi covid yang berlangsung selama dua tahun lebih. Kemudian hal tersebut juga diperburuk oleh perang Rusia - Ukraina yang belum diketahui ujungnya.

Lonjakan inflasi direspons oleh pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga negara maju. Situasi tersebut menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow, pelemahan nilai tukar dan lonjakan biaya utang (cost of fund).

Kondisi ini diikuti oleh koreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Ini mengakibatkan potensi terjadinya stagflasi yaitu pelemahan ekonomi global disertai inflasi tinggi.

"Ketidakpastian untuk meningkatkan harga dan capital outflow karena liquidity thightening, ya memang seharusnya mengurangi gejolak yang berimbas ke ekonomi dengan mengurangi defisit," jelasnya.

Pemerintah menyiapkan antisipasi dari situasi ini. Salah satunya melalui defisit APBN yang semakin rendah. Tahun ini diperkirakan pada level 3,92% PDB dan 2023 turun ke 2,85% PDB.

"Dalam ketidakpastian dengan kondisi dari instrumen APBN fiskal yang di 2023 kembali untuk menerapkan disiplin fiskal atau prudent fiscal policy dengan maksimum defisit tak lebih 3% dari PDB," terang Sri Mulyani.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil