
'Malapetaka' Eropa Nyata! Awas RI BIsa Ketiban Sialnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang panas disertai kekeringan terjadi di sejumlah negara. Perubahan iklim diperkirakan menjadi biang kerok yang membuat suhu semakin tinggi dan kekeringan intens. Ini akhirnya menimbulkan 'malapetaka' baru, di tengah konflik perang yang tak kunjung mereda.
Kekacauan dunia yang terjadi saat ini dikhawatirkan akan merembet ke sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyadari betul bahwa risiko yang saat ini dihadapi jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Berbicara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Agustus, Sri Mulyani mulai ketar ketir dalam menghadapi perkembangan dunia yang makin tak pasti. Bahkan, guncangan yang saat ini dialami jauh lebih hebat daripada sebelumnya.
"Cenderung meningkat dibandingkan periode awal 2022," kata Sri Mulyani
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan suku bunga secara langsung akan memengaruhi pergerakan dolar terhadap sejumlah mata uang. Situasi ini membuat mata uang negara berkembang seperti rupiah tidak berdaya.
"Mata uang emerging market menjadi relatif melemah dibandingkan dolar index-nya. Outflow terjadi di seluruh emerging market," katanya.
Bahkan, berdasarkan catatan Sri Mulyani, total dana asing yang keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia mencapai lebih dari US$ 25 juta.
"Total capital outflow terjadi sejak pertengahan semester satu, pada Mei-Juni dan berlanjut Juli dan Agustus ini," kata bendahara negara.
Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengaku bahwa Indonesia tidak boleh terlena meskipun saat ini kondisinya masih jauh lebih baik ketimbang negara-negara lain. "Karena guncangan ini bukan hal yang sepele. Ini adalah guncangan yang luar biasa tinggi," imbuhnya.
Sri Mulyani menegaskan, guncangan yang dimaksud adalah risiko kenaikan inflasi yang sudah terjadi di beberapa negara maju. Bahkan, bendahara negara memperkirakan inflasi di negara maju akan tetap bertahan di atas 6% pada tahun ini.
"Di negara berkembang, inflasinya diperkirakan mencapai 9,5%. Jadi inflasi makin tinggi, pertumbuhan makin melemah. Ini kombinasi yang tidak baik bagi lingkungan ekonomi global yang harus kita waspadai bisa memengaruhi perekonomian Indonesia," jelasnya.
Sri Mulyani lantas merujuk pada laporan terbaru yang dipublikasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam laporan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 3,2% dan berlanjut pada 2023 menjadi 2,9%.
"Ini sebuah revisi yang bahkan sudah diberikan warning mungkin akan mengalami revisi lagi ke bawah apabila semester kedua ini akan mengalami terjadinya tren pemburukan terutama di sisi inflasi dan respon kebijakannya," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mencontohkan bagaimana China yang masih berstatus ekonomi terbesar kedua diramal akan mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hingga hanya 3,3%. Sementara tahun depan, ekonomi China hanya diproyeksikan tumbuh 4,4%.
"Indonesia tumbuh 5,4% atau koreksi 0,1%, dan tahun depan 5,2%. Meskipun proyeksi terlihat baik tidak boleh terlena dan Indonesia harus tetap waspada," pungkasnya.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Ungkap Kondisi AS, China & Eropa Bikin Susah RI