Internasional

Tiba-Tiba Xi Jinping Kirim Surat ke Raja Salman, Ada Apa?

sef, CNBC Indonesia
06 September 2022 16:05
Presiden China Xi Jinping (kanan) mengundang Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud (kiri) untuk melihat pengawal kehormatan selama upacara penyambutan di dalam Aula Besar Rakyat, Beijing, China, Kamis (16/3/2017). Atas undangan Presiden Xi Jinping, Raja Salman Bin Abdul-Aaziz Al-Saud dari Kerajaan Arab Saudi akan melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada 15-18 Maret 2017.  (Photo by Lintao Zhang/Getty Images)
Foto: Presiden China Xi Jinping (kanan) mengundang Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud (kiri) untuk melihat pengawal kehormatan selama upacara penyambutan di dalam Aula Besar Rakyat, Beijing, China, Kamis (16/3/2017). Atas undangan Presiden Xi Jinping, Raja Salman Bin Abdul-Aaziz Al-Saud dari Kerajaan Arab Saudi akan melakukan kunjungan kenegaraan ke China pada 15-18 Maret 2017. (Photo by Lintao Zhang/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden China Xi Jinping tiba-tiba mengirim surat ke Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz. Ini diberitakan media resmi pemerintah Saudi Press Agency (SPA), Senin.

Menurut media tersebut, Xi menggarisbawahi semakin dekatnya hubungan bilateral kedua negara. Surat diberikan ke Wakil Menteri Luar Negeri Waleed bin Abdulkarim Al-Khuraiji oleh Duta Besar China untuk Arab Saudi Chen Weiqing.

"Hubungan bilateral yang solid dan erat yang menghubungkan kedua negara dan rakyat serta sarana untuk mengembangkannya di segala bidang," tulis media tersebut mengutip isi surat Xi, dilansir Selasa (6/9/2022).

Mengutip Wall Street Journal, hubungan China dan Arab Saudi memang terpantau mesra sejak awal tahun ini, meski kerajaan adalah sekutu dekat Amerika Serikat (AS). Arab Saudi sempat mengundang Xi Jinping datang beberapa kali.

Pada Maret lalu, Arab Saudi juga disebut sedang dalam pembicaraan aktif dengan China terkait penggunaan mata uang Yuan untuk membeli minyak. Hal ini disebut sebagai langkah baru guna mengurangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) di pasar minyak global.

Pembicaraan ini sebenarnya sudah terjadi selama enam tahun terakhir. Namun ketidaksenangan Arab Saudi pada komitmen keamanan AS pada kerajaan beberapa dekade ini membuat pembicaraan kian gencar.

"Arab Saudi marah atas kurangnya dukungan AS untuk intervensi mereka dalam perang saudara Yaman dan atas upaya pemerintahan Biden untuk mencapai kesepakatan dengan Iran mengenai program nuklirnya," tulis Wall Street Journal saat itu.

"Para pejabat Arab Saudi mengatakan mereka terkejut dengan penarikan mendadak AS dari Afghanistan tahun lalu," tambahnya.

China sendiri telah membeli lebih dari 25% minyak yang diekspor Arab Saudi. Jika dihargai dalam yuan, penjualan tersebut akan mendongkrak posisi mata uang China.

Arab Saudi juga mempertimbangkan untuk memasukkan kontrak berjangka berdenominasi yuan, yang dikenal sebagai petroyuan. China memperkenalkan kontrak minyak dengan harga yuan pada tahun 2018 sebagai bagian dari upayanya untuk membuat mata uangnya dapat diperdagangkan di seluruh dunia.

Menurut data dari Administrasi Umum Bea Cukai China, Arab Saudi adalah pemasok minyak mentah utama Tirai Bambu pada tahun 2021, disusul Rusia. Negara Islam itu menjual 1,76 juta barel per hari.

"Dinamika telah berubah secara dramatis. Hubungan AS dengan Arab Saudi telah berubah," kata seorang pejabat Saudi yang mengetahui pembicaraan tersebut.

"China adalah importir minyak mentah terbesar di dunia dan mereka menawarkan banyak insentif yang menguntungkan kepada kerajaan."

Selama ini pembelian minyak menggunakan sistem petrodolar. Ini merupakan sebuah kesepakatan berlaku pada transaksi perdagangan minyak dunia, di mana setiap pembelian minyak yang dilakukan hanya bisa menggunakan dolar sebagai mata uang pembayarannya.


(sef/sef) Next Article Xi Jinping Diam-Diam Surati Raja Salman, Ada Apa Arab-China?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular