Sst.. 'Musuh dalam Selimut' Hantui Ekonomi Jepang, Apa Itu?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Jepang kembali goyang. Pengeluaran rumah tangga Negeri Sakura yang tumbuh selama dua bulan berturut-turut pada Juli 2022, tak bertahan lama.
Ini akibat tekanan inflasi. Hal itu terjadi akibat merosotnya nilai yen ke level terendah selama 24 tahun terakhir, jatuh melampaui 140 per dolar AS untuk pertama kalinya sejak 1998 pekan lalu.
Data minggu ini menunjukkan konsumsi swasta terhenti, penurunan upah riil hingga aktivitas sektor jasa juga menyusut. Fakta ini merusak beberapa keuntungan yang dibuat pada April-Juni 2022 sebelumnya.
"Kenaikan harga tanpa pertumbuhan upah dapat menjadi hambatan bagi pemulihan konsumsi swasta dalam enam bulan ke depan," kata Takumi Tsunoda, ekonom senior di Shinkin Central Bank Research Institute, melansir Reuters, Selasa (6/9/2022).
Data pemerintah per Selasa mencatat pengeluaran rumah tangga naik 3,4% pada Juli dari tahun sebelumnya. Angka tersebut lebih rendah dari perkiraan median ekonom untuk kenaikan 4,2% dan mengikuti pertumbuhan 3,5% pada Juni.
Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pengeluaran turun 1,4% pada Juli. Ini lebih besar dari perkiraan penurunan 0,6%.
Sementara seorang pejabat pemerintah mengatakan penurunan belanja bulanan dapat terjadi karena konsumen merasa kurang percaya diri mengunjungi toko. Hal itu dikaitkan dengan meningkatnya lagi kasus virus corona (Covid-19) di Jepang, dengan kasus infeksi tertinggi di dunia pada 24 Juli.
Risiko Terbesar
Sementara itu, para analis mengatakan risiko terbesar yang dihadapi konsumen Jepang adalah kenaikan harga. Ini karena inflasi komoditas global dan yen yang lemah mendongkrak biaya barang-barang impor.
"Jika yen tetap di 140 per dolar selama enam bulan ke depan, rumah tangga Jepang akan dipaksa untuk menghabiskan 1,3% lebih banyak dari tahun sebelumnya untuk makanan, energi, dan biaya penting lainnya," kata ekonom senior di Riset dan Teknologi Mizuho, Saisuke Sakai.
"Rumah tangga menerima pukulan inflasi yang lebih tinggi dengan penurunan yen lebih lanjut, yang pasti menyeret turun konsumsi swasta," ujarnya menambahkan kemungkinan inflasi inti Jepang mencapai 3% dalam tiga bulan terakhir tahun ini meningkat.
(tfa/sef)