Apa Mungkin Pertalite Kembali Turun ke Bawah Rp10.000?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
05 September 2022 18:00
Warga antre mengisi Bahan Bakar Minya (BBM) jenis Pertalite di SPBU Kuningan, Jakarta, Rabu (31/8/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga antre mengisi Bahan Bakar Minya (BBM) jenis Pertalite di SPBU Kuningan, Jakarta, Rabu (31/8/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengungkapkan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite bisa kembali ke harga di bawah Rp 10.000 per liter asalkan harga minyak mentah mencapai US$ 41 hingga US$ 42 per barel.

"Kalau kemarin harga Pertalite Rp 7.650 per liter, itu sebenarnya setara ICP (Indonesian Crude Price) US$ 41 hingga US$ 42 per barel. Harga yang sekarang, meskipun sudah dinaikkan menjadi Rp 10.000 pun itu masih di bawah harga keekonomian," jelas Febrio saat ditemui di Gedung DPR, Senin (5/9/2022).

Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar, juga Pertamax, berlaku mulai 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.



Pengumuman kenaikan BBM bersubsidi dan Pertamax disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah menteri, di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).

Harga jual eceran Pertalite saat ini sebesar Rp 10.000 per liter, dengan kurs ICP di atas US$ 100 per barel dan kurs Rp 14.450/US$ seharusnya harga keekonomian Pertalite sebesar Rp 14.450 per liter.

"Artinya setiap liter Pertalite, tetap disubsidi atau dikompensasi pemerintah, itu kenapa totalnya Rp 650 triliun dan itu dinikmati oleh 80% masyarakat mampu. Ini yang harus kita perbaiki," jelas Febrio.

Kemudian, harga Solar yang kini dijual dengan harga Rp 6.800 per liter, dengan harga keekonomian seharusnya dijual sebesar Rp 13.950 per liter.



Oleh karena itu, meskipun harga BBM bersubsidi dinaikan, subsidi energi di dalam APBN tahun anggaran 2022 akan membengkak dari Rp 502,4 triliun menjadi Rp 650 triliun.

"Solar juga sama, gapnya masih jauh dari harga Rp 14.000-an ke Rp 6.800 per liter. Di sini kita ingin melihatnya secara balance, kita ingin ekonomi tumbuh dan pemulihan terus jalan," jelas Febrio.

"Kita ingin masyarakat daya belinya terjaga. Itu kit lakukan dengan langkah cepat, kita ingin subsidi yang diberikan semakin efisien, apalagi harus tepat sasaran," kata Febrio lagi.

Perkembangan harga ICP, kata pemerintah akan terus dimonitor, karena suasana geopolitik dan proyeksi ekonomi dunia masih sangat dinamis. Dengan kenaikan harga tersebut, pemerintah akan memantau dampak inflasi pertumbuhan ekonomi dan indikator kemiskinan.



BKF memproyeksikan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong inflasi tahun ini berada pada kisaran 6,6% sampai 6,8%.

"Kita sudah hitung 1,9% dampaknya dari kenaikan BBM ke inflasi. Kisarannya tahun ini inflasi akan ada di 6,6% sampai 6,8%," jelas Febrio.


(cap/mij) Next Article Video: Harga Pertamax Cs Tinggi, Waspada Migrasi Ke Pertalite

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular