
Harga Pertalite Naik, Pembatasan Kendaraan Dinilai Tak Perlu

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah melakukan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar dinilai tidak perlu lagi dilakukan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kurang setuju jika pemerintah tetap melakukan pembatasan pembelian Pertalite. Pemerintah seharusnya memilih salah satu opsi saja, yakni antara menaikkan harga BBM atau melakukan pembatasan.
Pasalnya, jika dilakukan secara paralel, maka efeknya ke masyarakat dapat memicu stagflasi lebih cepat, serta kontraksi pada konsumsi rumah tangga berisiko cukup tinggi.
Pembatasan, menurut Bhima, idealnya dilakukan ketika harga BBM dalam kondisi rendah yakni sebelum tahun 2020, di mana harga Pertamax pada saat itu Rp 9.000 per liter dan Pertalite Rp 7.650 per liter. Akibatnya, menurutnya pemerintah kini telah kehilangan momentum.
"Pertalite (harga) itu naik tujuannya agar konsumen tidak menggeser dari Pertamax ke Pertalite. Sekarang Pertamax-nya naik ke Rp 14.500 per liter, Pertalite Rp 10.000 per liter. Sekarang gapnya Rp 4.500 per liter," papar Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (5/9/2022).
Lebih lanjut, Bhima menilai dengan perbedaan harga BBM subsidi dan non subsidi yang masih tinggi saat ini, sudah pasti orang akan berpindah menggunakan Pertalite. Mengingat, harga BBM subsidi dan non subsidi masih terpaut jauh.
Adapun jika pembatasan tetap dilakukan, ia khawatir akan terjadi kerusuhan di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
"Orang gak terima, nanti petugas SPBU gak siap hadapi komplain. Udah antri panjang, ini kok ada technical error, padahal saya berhak menerima. Kalau gak disiapkan, khawatir di SPBU-nya. Chaos-nya di SPBU, kasian petugas SPBU," tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai pembatasan dan pengawasan pembelian BBM Pertalite dan Solar masih relevan. Hal ini dilakukan agar penyaluran BBM subsidi dapat lebih tepat sasaran.
Namun dengan kebijakan kenaikan harga ini, maka kendaraan yang dilarang mengisi Pertalite menjadi lebih selektif, sehingga pengawasan harus tetap diperkuat.
"Agar tidak kontra produktif. Jadi sekarang pemerintah wajib menambah kuota BBM agar cukup," kata dia.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sempat menyebut jenis kendaraan yang masih berhak membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi.
Adapun kriteria kendaraan yang masih diperbolehkan mengisi Pertalite yakni rencananya kendaraan roda empat bermesin silinder 1.400 cc ke bawah. Lalu, untuk kendaraan roda dua atau motor menjadi maksimal 250 cc.
Namun, rencana pembatasan kendaraan berdasarkan cc kendaraan tersebut hingga kini belum dijalankan karena masih menunggu terbitnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
(wia) Next Article Menteri ESDM Usul Mobil Ini Dilarang Isi Pertalite di 2023