Harga Bensin Naik, Pemerintah Mau Batasi Pembelian BBM?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan, subsidi, hingga non subsidi. Penyesuaian harga BBM tersebut berlaku sejak Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB kemarin.
Pengumuman kenaikan harga BBM disampaikan pada Sabtu pukul 13.30 WIB dan langsung berlaku satu jam setelah pengumuman disampaikan.
Kini harga Pertalite resmi naik dari Rp 7.650 kini menjadi Rp 10.000 per liter, Pertamax naik dari dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter, dan Solar subsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter.
Lalu dengan kenaikan harga ini, apakah pemerintah mau membatasi pembelian BBM?
Saat ini memang belum ada ketentuan seperti itu. Tetapi Pemerintah, melalui Badan Pengatur Hilir Minyak (BPH Migas), telah merinci jenis kendaraan yang masih berhak membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi.
Adapun kriterianya dipersempit dari rencananya bermesin 1.500 cubicle centimeter (cc) ke bawah menjadi 1.400 cc ke bawah.
Namun, regulator hilir ini menyampaikan bahwa implementasi dari pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite masih menunggu lampu hijau terbitnya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) termasuk juga petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi dan penugasan.
Kelak, melalui aturan teranyar ini, kendaraan yang masih boleh membeli Pertalite yakni mobil dengan kriteria mesin di bawah 1.400 cubicle centimeter (cc). Sementara untuk kendaraan roda dua yakni motor di bawah 250 cc.
"Saat ini posisinya sudah di Kemenko, untuk draft terakhir pembahasannya kendaraan mobil yang boleh mengisi Pertalite hanya sampai dengan 1.400 cc dan motor hanya sampai dengan 250 cc, cc di atasnya tidak diperbolehkan mengisi Pertalite," ujar seorang sumber kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/8/2022).
Sementara, terkait dengan ada atau tidaknya penambahan atau usulan kebijakan baru, menurut sumber tersebut pihaknya masih menunggu arahan lebih lanjut dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
(tfa/tfa)