
RI Jadi Negara Penting Dalam Transisi Energi di Kawasan Asia

Bali, CNBC Indonesia - International Renewable Energy Agency (IRENA) mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara yang sangat penting dalam transisi energi mencapai net zero emission di tahun 2060. Khususnya transisi energi di kawasan Asia.
Direktur Jenderal International Renewable Energy Agency (IRENA) Fransesco La Camera mengatakan, untuk mendukung langkah pemerintah Indonesia dalam transisi energi untuk mencapai net zero emission (NZE) di tahun 2060, pihaknya melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Pemerintah RI dan IRENA.
Tak hanya Indonesia, IRENA juga terus berupaya untuk mencapai kesepakatan yang luas dan juga fokus pada memfasilitasi antara proyek sumber daya dan keuangan.
Oleh sebab itu forum investasi di Bali merupakan langkah konkrit yang dilakukan IRENA untuk melakukan banyak dialog mengenai investasi dalam percepatan transisi energi.
Pendanaan memang menjadi salah satu isu penting jika berbicara mengenai transisi energi. Terutama bagaimana caranya agar pendanaan merata di setiap negara, baik negara maju maupun berkembang.
Fransesco menilai forum G20 saat ini menjadi langkah maju yang baik dan cara yang lebih terorganisir untuk bekerja sama antara negara maju dan negara berkembang.
"Ya, saya pikir ini akan menjadi salah satu output utama dari diskusi G20 ini dan secara alami mengatur fungsi pasar. Kami berpendapat bahwa kerjasama internasional harus berorientasi pada upaya yang lebih kolaboratif dan mencoba juga untuk membangun tidak hanya berusaha mengurangi emisi CO2, tetapi juga untuk mendukung negara berkembang dalam membangun industri hijau," ujar Fransesco kepada CNBC Indonesia, di Bali, Jumat (2/9/2022).
Kesepakatan di Paris, ujar Fransesco, ada janji US$100 miliar dari negara maju ke negara berkembang. Menurut sudut pandang politik Dirjen IRENA tersebut bantuan negara maju untuk negara berkembang diyakini "tercermin sebagai komitmen dalam komunikasi G20."
Dana investasi jumbo ini juga harus didukung oleh lingkungan hukum yang dapat memfasilitasi gelontoran dana tersebut. Sehingga semua aspek harus dipertimbangkan untuk mendatangkan investasi terutama untuk transisi energi.
Fransesco juga memberi pandangan mengenai kondisi ketidakstabilan energi global karena pasokan gas yang terganggu. "Ini tentu saja merupakan tantangan," kata Fransesco.
Hal ini karena negara-negara berusaha mencari cara lain untuk memiliki pasokan gas yang dibutuhkan untuk musim dingin berikutnya. Dampaknya adalah banyak negara yang kembali ke energi fosil seperti batu bara sebagai jalan pintas.
Pembelian batu bara menjadi jalan tercepat dibandingkan dengan investasi gas yang merupakan energi transisi menuju energi hijau. Namun di sisi lain muncul peluang baru untuk mempercepat transisi energi dunia. Contohnya saja Uni Eropa yang hanya dalam beberapa bulan menjadi lebih ambisius untuk mengurangi emisi. Begitu juga Amerika Serikat berjuang melalui Undang Undang.
Hal ini dinilai Fransesco sebagai penegasan bahwa sistem energi lama yang terpusat berbasis bahan bakar fosil sudah tidak mampu lagi mendukung pembangunan.
(ras/ras) Next Article Fantastis! Butuh Rp84,37 Kuadriliun Bersihkan Udara Bumi