Dunia Chaos Sampai Ekonomi 2023 Diprediksi Gelap, RI Siap?
Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi perekonomian dunia pada tahun depan masih penuh dengan ketidakpastian. Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu bahkan mendapatkan kabar yang kurang mengenakkan mengenai kondisi dunia.
Jokowi dalam berbagai kesempatan mendapatkan 'bisikan' dari sejumlah lembaga internasional, bahwa perekonomian dunia pada tahun depan akan 'gelap'. Puluhan negara diperkirakan ambruk imbas berbagai eskalasi gepolitik yang terjadi pada tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi 2023 masih dipenuhi ketidakpastian. Maka dari itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dirancang dengan optimisme namun waspada.
"RAPBN 2023 dirancang dengan semangat optimisme namun tetap waspada," kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR, seperti dikutip Jumat (2/9/2022).
Sri Mulyani menyampaikan, sisi optimisme berasal dari pemulihan ekonomi yang terus berlanjut. Bahkan pada kuartal II-2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% (year on year/yoy), lebih tinggi dari banyak negara yang jatuh pada jurang resesi.
"Tingkat pertumbuhan ini termasuk yang tertinggi di G20 dan ASEAN, dimana banyak negara-negara maju dan negara emerging justru mengalami revisi pertumbuhan menurun akibat tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter," jelasnya.
"Sementara itu inflasi Indonesia masih berada di tingkat moderat 4,94% pada bulan Juli 2022," ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani ekonomi Indonesia mampu bersinar akibat permintaan domestik dari konsumsi yang melaju kencang. Hal ini menggambarkan pemulihan mobilitas masyarakat disertai daya beli terutama kelompok menengah atas yang diaktualisasikan. Sementara ekspor tetap tumbuh tinggi akibat harga dan permintaan komoditas yang kuat.
Waspada, kata Sri Mulyani dipengaruhi oleh ketidakpastian global. "Kita tetap menjaga kewaspadaan tinggi karena awan tebal dan gelap dalam bentuk inflasi, kenaikan suku bunga, pengetatan likuiditas, dan pelemahan ekonomi serta ketegangan geopolitik bahkan mulai melanda perekonomian Eropa, Amerika Serikat, dan RRT," paparnya.
Kondisi ini menimbulkan rambatan negatif ke seluruh dunia, dalam bentuk krisis pangan dan energi sebagai akibat disrupsi rantai pasok dan kenaikan sangat tajam harga-harga pangan dan energi dunia. Kenaikan suku bunga juga menyebabkan gejolak di pasar uang dan arus modal ke luar dari negara-negara berkembang dan emerging.
Hal ini berpotensi melemahkan nilai tukar dan memaksa suku bunga disesuaikan ke atas. Dampak rambatan global ini dapat mengancam ekonomi Indonesia dalam bentuk tekanan harga (inflasi), pelemahan permintaan dan pertumbuhan ekonomi.
"APBN 2023 kembali akan dihadapkan pada tantangan dan tugas berat yaitu menjadi pelindung (shock absorber) bagi masyarakat, ekonomi, dan negara. Kita menyadari bahwa sejak terjadinya pandemi di 2020, APBN telah dan terus bekerja sangat keras (extraordinary) untuk melindungi rakyat dan perekonomian yang menyebabkan defisit meningkat tajam," terangnya.
Tahun depan defisit APBN harus kembali ke level normal yaitu di bawah 3% PDB. Tapi APBN tetap sebagai instrumen pelindung dan pengaman ekonomi dan masyarakat - namun pada saat yang sama konsolidasi fiskal untuk memulihkan dan menjaga kesehatan APBN harus terus dijaga dan dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten.
"Ini menjadi strategi menjaga keberlangsungan pembangunan dan kemajuan ekonomi di satu sisi dan di sisi yang lain menjaga keberlangsungan (sustainabilitas) APBN itu sendiri," pungkasnya.
(cha/cha)