Jokowi Hapus Pertalite, Apakah Masalah Selesai?

hadijah, CNBC Indonesia
Kamis, 01/09/2022 17:15 WIB
Foto: Sejumlah warga berdemo di Kantor Pos Cabang Sentani Kabupaten Jayapura, saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta rombongan akan melanjutkan perjalan menuju Pasar Kampung Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, Rabu (31/8/2022). Mereka berdemo karena adanya pentupan sekolah anak mereka dipalang karena tanah ulayat. (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana penghapusan Pertalite atau Ron 90 sempat beredar pada tahun lalu setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan persiapan peta jalan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ramah lingkungan.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih saat itu mengungkapkan bahwa Pertalite pada saatnya akan akan digantikan dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih baik.

"Dengan roadmap ini, ada tata waktu di mana nantinya kita akan menggunakan BBM ramah lingkungan. Ada masa di mana Pertalite harus dry, harus shifting dari Pertalite ke Pertamax," ujarnya Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih, Dalam siaran persnya, Kamis (23/12/2021).


Kini usulan penghapusan Pertalite tersebut kembali muncul. Ekonom Senior Faisal Basri menilai pandemi Covid-19 telah mengubah hampir semua aspek kehidupan, termasuk untuk menghadirkan pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan.

Di tengah riuh rendah persoalan kenaikan harga BBM, Faisal mengungkapkan ini adalah saat yang tepat untuk menghapus Pertalite karena dia melihat harga Pertalite sudah mendekati harga bensin Ron 92 atau Pertamax.

"Kuncinya berada di tangan pemerintah," tegasnya dalam tulisan di bloknya, dikutip Kamis (9/1/2022).

Hal ini diungkapkan Faisal mengingat dampak subsidi BBM yang pada umumnya menimbulkan biaya lingkungan dengan mendorong emisi gas rumah kaca, polusi udara lokal, dan pengurasan sumber daya alam.

Menurutnya, kebijakan subsidi bertentangan atau tidak sejalan dengan kecenderungan umum untuk beralih ke ekonomi yang lebih hijau. Dengan menjaga harga tetap rendah secara artifisial, subsidi bahan bakar mendorong konsumsi produk minyak bumi yang berpolusi secara boros.

"Subsidi BBM mengurangi insentif untuk melakukan efisiensi energi. Dengan mengaburkan sinyal harga, subsidi merusak diversifikasi sumber energi dan teknologi yang lebih bersih," ujarnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan penghapusan Pertalite untuk kemudian beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan tidak dapat dilakukan di tengah gejolak inflasi.

"Selisih harga Pertalite dan Pertamax masih jauh harus tunggu pemulihan variable ekonomi dan kedua perlu dilakukan pembatasan dulu, karena konteksnya beda dengan Premium digeser Pertalite. Saat itu, inflasinya masih 3%," tegasnya.


(haa/haa)