
Simak! Fakta-fakta Marak Bandara Sepi Bak 'Kuburan' di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak bandara kecil tidak lagi memiliki jadwal penerbangan justru setelah diresmikan jadi bandara komersial. Penyebabnya mulai dari minimnya minat penumpang hingga dampak mahalnya harga avtur.
Contohnya seperti bandara seperti JB Soedirman di Purbalingga, Bandara Ngloram di Blora, dan Wiriadinata, Tasikmalaya tidak memiliki jadwal penerbangan lagi. Di mana dari hasil penelusuran di platform penjualan tiket pesawat, yang dilihat Kamis (1/9/2022), tidak ada lagi jadwal penerbangan.
Menurut beberapa ahli penyebabnya mulai dari minimnya potensi penumpang, pengaruh harga avtur dan keterbatasan jumlah pesawat, hingga kalah saing dengan moda transportasi lain.
Potensi Bandara Sepi
Sekjen Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto mengatakan bandara tersebut merupakan rute sepi. Ditambah pandemi juga membuat penumpang lebih sepi ditambah kondisi penerbangan yang sulit imbas kenaikan harga avtur.
"Ya karena memang itu bandara-bandara rute sepi sebelumnya. Apalagi saat pandemi," kata Bayu kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (1/9/2022).
Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati melihat bandara itu memang memiliki potensi penumpang yang kecil. Terlebih kondisi industri penerbangan yang berat imbas kenaikan harga avtur.
"Itu memang bandara-bandara kecil kaya yang di Purbalingga, Ngloram, Tasikmalaya juga dulu ada Garuda - Citilink terbang tapi sekarang nggak jelas, yang di Cirebon juga dipakai sekolah penerbangan Lion Air. Di Bandara Kuabang itu juga nganggur," kata Arista kepada CNBC Indonesia.
Ditambah dengan kondisi saat ini saat harga avtur tinggi membuat tiket pesawat juga menjadi lebih mahal. Termasuk daya beli masyarakat kawasan belum pulih imbas pandemi membuat enggan menggunakan moda transportasi pesawat.
Pengamat Penerbangan Djoko Setijowarno melihat dari kebutuhan, pembangunan bandara tersebut memang dirasa tidak perlu.
"Sebenarnya enggak layak, tapi tetap dibangun. Kalau enggak ada demand pengusaha juga mana mau," katanya kepada CNBC Indonesia.
Salah satu pertimbangan kelayakan pembangunan bandara adalah adanya permintaan, ditambah daya beli masyarakat yang akan menggunakannya. Jika kemampuannya ada di transportasi lain, maka pesawat dan bandara yang sudah dibangun bisa ditinggalkan.
Kalah Dengan Moda Transportasi Lain
Selain itu, Bayu dari INACA membeberkan, sepinya bandara karena persaingan antar moda transportasi di pulau Jawa. Di mana masyarakat lebih memilih angkutan lain seperti bus dan kereta yang lebih murah dibandingkan harga tiket pesawat.
"Khusus untuk bandara kecil yang ada di pulau Jawa banyak masyarakat yang lebih pilih bus, kereta api ataupun kendaraan pribadi, terlebih dengan adanya tol Trans Jawa waktu tempuh jadi lebih cepat," katanya.
Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati juga mengatakan Ditambah dengan kondisi saat ini saat harga avtur tinggi membuat tiket pesawat juga menjadi lebih mahal. Termasuk daya beli masyarakat kawasan belum pulih imbas pandemi membuat enggan menggunakan moda transportasi pesawat.
Sehingga pilihan jatuh kepada moda transportasi lainnya seperti bus, kereta api, hingga mobil pribadi.
"Khususnya untuk pulau jawa kereta bagus, jalan tol bagus, jadi masyarakat enggan (pakai pesawat)," katanya.
Tanpa Perhitungan?
Pengamat Penerbangan Alvin Lie, menjelaskan bandara yang sudah dikomersialkan dan kini tidak memiliki jadwal penerbangan itu adalah konsekuensi sebagai prestasi politik. Selain itu juga tidak dilihat mengenai potensi penumpang dari masyarakat sekitar.
"Banyak bandara yang dibangun atau di-upgrade seperti di Purbalingga itu dimiliki TNI lalu di-upgrade jadi bandara sipil. Ngloram itu milik Pertamina, lama mati lalu dihidupkan kembali. Itu untuk kepentingan politik. Ini sudah dibuatkan bandara tapi gak memperhatikan berbagai aspek," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/8/2022).
Beberapa aspek yang dimaksud mulai dari kurangnya pemahaman pola pergerakan penduduk wilayah bandara tersebut termasuk kebutuhan rute penerbangan itu, persaingan dengan moda transportasi lain, moda transportasi lanjutan, hingga kemampuan daya beli masyarakat dari harga tiket pesawat tersebut.
"Contoh seperti Bandara Kertajati sempat diberi layanan Bus Damri gratis dari Bandung ke Kertajati, tapi nggak ngangkat akhirnya Damri berhenti juga. Bandara ini ," katanya.
(dce) Next Article Muncul Fenomena Bandara Sepi Bak 'Kuburan', Ada Apa Lagi Nih?