Internasional

Eropa Lagi Pening, Dihantam Inflasi & Dihantui Resesi

luc, CNBC Indonesia
Rabu, 31/08/2022 21:40 WIB
Foto: REUTERS/Yves Herman

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi zona Euro yang leomjak ke level tertinggi sebesar 9.1% (year-on-year/yoy) pada Agustus 2022 kian memberi tekanan terhadap European Central Bank (ECB) untuk mengambil kebijakan yang lebih ketat.

Berdasarkan data yang dirilis Eurostat, Rabu (31/8/2022), inflasi tersebut lebih naik dari bulan sebelumnya sebesar 8,9% yoy dan di atas proyeksi pasar sebesar 9% yoy.

Tingginya tingkat inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga energi yang tetap tinggi, mencapai 38,3% dan kenaikan harga pangan sebesar 10,6%.


Selain itu, harga jasa juga naik 3,8% dan barang industri non-energi naik sebesar 5%.

Adapun, inflasi ini tercatat sebesar 4,3% yoy, juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 4% yoy dan ekspektasi pasar sebesar 4,1%.

Sementara itu, inflasi Agustus 2022 secara bulanan (month-to-month/mtm) tercatat sebesar 0,5%, jauh di atas kenaikan indeks harga konsumen pada bulan sebelumnya sebesar 0,1% mtm.

Melansir Reuters, pertumbuhan ekonomi pun masih lemah di zona tersebut. Alhasil, bayang-bayang stagflasi hingga ancaman resesi terus menghantui.

Adapun, pemberian stimulus untuk menggenjot ekonomi hanya akan memicu lebih banyak inflasi dan pada akhirnya merusak kredibilitas bank.

Sebaliknya, pengetatan kebijakan akan mendekatkan Benua Biru pada resesi.

Pada akhirnya, pembuat kebijakan akan memilih perang melawan inflasi dan suku bunga kemungkinan akan naik pada setiap pertemuan yang tersisa tahun ini, mendorong biaya pinjaman untuk pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga, bahkan ketika keuangan sudah menjadi lebih ketat.

ECB berpeluang menaikkan suku bunga secara signifikan hingga 75 basis poin (bps) dalam sekali pertemuan.

"Tingkat inflasi kemungkinan akan melonjak pada bulan September," kata ekonom Commerzbank Christoph Weil. "Akibatnya, tekanan pada ECB untuk terus menaikkan suku bunga secara signifikan kemungkinan akan tetap tinggi."

Riccardo Marcelli Fabiani dari Oxford Economics mengatakan resesi sudah ada di depan mata seiring dengan inflasi yang perlu dikendalikan.

"Inflasi yang lebih tinggi akan makin membebani permintaan, menyeret turun pertumbuhan, dan mendorong zona euro ke dalam resesi musim dingin ini," katanya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025