Eropa Makin Horor! Krisis Energi Biang Kerok Inflasi Meninggi

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
31 August 2022 15:35
Global Energy Crunch
Foto: AP/Matthew Brown

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina dampaknya kian signifikan dan merembet ke berbagai negara. Saat ini Eropa tengah berada dalam bayang-bayang krisis energi, inflasi yang meninggi serta bank sentral yang terus berusaha meredam inflasi dengan menaikkan suku bunga.

Sejumlah negara di Eropa kini tengah terancam krisis energi. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol kepada Der Spiegel yang dikutip kembali oleh Reuters.

Negara di kawasan tersebut terancam kekurangan stok bahan bakar pada musim panas tahun ini akibat pasar minyak dunia yang makin ketat. Diketahui, krisis energi saat ini jauh lebih besar daripada guncangan minyak pada 1970-an. Selain itu, kekurangan bahan bakar kali ini berpotensi berlangsung lebih lama.

Adapun, kekhawatiran tersebut datang di tengah langkah drastis Uni Eropa yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia berupa embargo minyak. Sebanyak 90% pasokan minyak Negeri Beruang Merah ke Benua Biru akan dihentikan.

Kekhawatiran krisis energi ditambah lagi dengan Rusia mulai menutup pipa sepenuhnya selama tiga hari pemeliharaan yang tidak direncanakan mulai hari Rabu 30 Agustus.

Aksi tersebut membuat Eropa masuk ke dalam krisis energi dan mengirimkan harga gas melonjak ke rekor tertinggi. Gas alam TTF berjangka Belanda bahkan melonjak 264% sejak Juni 2022.

Jerman juga mengalami krisis energi, di mana harga listriknya meroket lebih dari 600% sepanjang tahun hingga Juli. Selain itu Biaya pabriknya meningkat dengan cepat sejak tahun 1949, karena industri berusaha menemukan bahan bakar alternatif.

Terlebih lagi, rekor harga energi ini diperkirakan tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Para analis energi memperingatkan kegugupan pasar kemungkinan akan bertahan sepanjang musim dingin.

Krisis ini terjadi karena Rusia telah memangkas aliran gas alam Eropa yang semula melimpah dan digunakan untuk menggerakkan denyut ekonomi Eropa mulai dari pabrik, pembangkit listrik listrik, dan menjaga rumah tetap hangat selama musim dingin.

Saat ini kondisinya lebih kronis lagi dengan pengiriman melalui pipa utama ke Jerman, Nord Stream 1, masih belum kembali pada kapasitas semula yang disebut Moskow karena alasan teknis.

Para pemimpin Eropa telah bersiap akan kemungkinan pemangkasan total pengiriman gas dan menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan energi untuk pengaruh politik dalam konfrontasinya dengan Barat atas perang di Ukraina. Uni Eropa juga telah setuju untuk melakukan penjatahan gas.

Krisis energi yang dihadapi zona Eropa telah membawa inflasi di zona Euro (Eropa) masih berada pada rekor tertinggi. Data yang dirilis dari Eurostat menunjukkan inflasi Juli berdasarkan consumer price index (CPI) mencapai 8,9% year-on-year (yoy).

Sementara untuk bulan Agustus inflasi Eropa akan dirilis pada hari ini (31/8/2022) pukul 16:00 waktu Indonesia. Jajak pendapat Reuters memperkirakan inflasi Zona Eropa akan kembali melesat sebesar 9%.

Inflasi yang meninggi mendorong Bank sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga acuan setengah poin persentase atau 50 basis poin untuk mengatasi lonjakan inflasi yang melanda kawasan tersebut. Langkah yang berlaku mulai 27 Juli itu merupakan yang pertama kalinya sejak 2011.

Sebelum menaikkan suku bunga acuan, ECB memang telah mengindikasikan bahwa mereka akan agresif dalam mengatasi lonjakan inflasi. Presiden ECB Christine Lagarde mengatakan inflasi tinggi akan menjadi perhatian lembaganya supaya tidak menimbulkan risiko.

ECB mengatakan, kenaikan suku bunga ini untuk memastikan bahwa kondisi permintaan akan menyesuaikan untuk mencapai target inflasi dalam jangka menengah." Target inflasi bank sentral adalah 2%.

Selain menaikkan suku bunga acuan, demi menjaga ekonomi di Eropa, ECB juga meluncurkan paket pembelian obligasi baru. Paket itu diluncurkan untuk untuk membatasi biaya pinjaman di negara-negara dengan utang tinggi di zona euro, seperti Italia dan Yunani.

ECB ingin menjaga kohesi di kawasan Uni Eropa yang menggunakan mata uang tunggal. Inflasi tahunan di Uni Eropa melonjak.

Lonjakan dipicu kenaikan harga energi sebagai akibat dari perang antara Rusia dengan Ukraina belakangan ini. Meski demikian, mereka belum memproyeksikan Eropa akan mengalami resesi ekonomi.

Pada proyeksi yang mereka keluarkan Juni,ECB masih berharap ekonomi masih tumbuh 2,8% tahun ini dan sebesar 2,1% pada 2023. Sementara, beberapa lembaga keuangan seperti Goldman Sachs, Nomura dan Berenberg memprediksikan bahwa kawasan Eropa akan memasuki resesi pada 2023.

Nomura memprediksikan PDB Eropa akan terkontraksi 1,2% di 2023, sedangkan Berenberg memproyeksikan kontraksi sebesar 1%. Namun, Goldman Sachs masih lebih optimis bahwa PDB Eropa masih tumbuh 0,8% meski menurun jauh dari proyeksi PDB di 2022 di 2,7%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular