Krisis Inggris Makin Nyata, Tempat Nge-bir Terancam "Punah"
Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa pub di Inggris berada dalam ancaman penutupan. Hal ini disebabkan kenaikan besar-besaran pada tagihan energi.
Dalam laporan AFP, enam dari perusahaan bir dan pub terbesar di negara itu mengatakan mengalami kenaikan tagihan energi lebih dari tiga kali lipat tahun ini. Faktor ini juga akhirnya mendorong krisis biaya hidup di negara itu.
"Kami memiliki pemungut cukai yang mengalami kenaikan 300 persen lebih dalam biaya energi dan beberapa perusahaan energi bahkan menolak untuk mengutip pasokan," kata William Lees Jones, direktur pelaksana grup pub JW Lees, dikutip Selasa (30/8/2022).
"Dalam beberapa kasus, penyewa memberi kami pemberitahuan karena bisnis mereka tidak menumpuk energi dengan biaya ini."
Salah satu penyewa pub di grup Greene King yang beranggotakan 2.700 orang telah melihat kenaikan tagihan energi mereka hingga sebesar 33.000 pound atau Rp 574 juta tahun ini.
"Sementara pemerintah telah memperkenalkan langkah-langkah untuk membantu rumah tangga mengatasi lonjakan harga ini, bisnis harus menghadapi ini sendirian, dan itu hanya akan menjadi lebih buruk pada musim gugur," kata kepala eksekutif Greene King, Nick Mackenzie.
"Tanpa intervensi pemerintah segera untuk mendukung sektor ini, kita bisa menghadapi prospek pub tidak mampu membayar tagihan mereka, kehilangan pekerjaan dan penduduk setempat tercinta di seluruh negeri terpaksa menutup pintu mereka, yang berarti semua pekerjaan baik dilakukan untuk menjaga pub tetap buka selama pandemi bisa disia-siakan."
Pub sendiri merupakan tempat berkumpul layaknya bar. Namun, biasanya pub tidak menjual alkohol keras dan hanya menyajikan beer atau cider bagi para pengunjungnya.
Dengan sifat pub yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang, usaha ini sebelumnya terdampak keras dengan adanya larangan berkumpul saat Covid-19. Ini pun mendorong penurunan jumlah pub yang cukup tajam.
Dalam enam bulan pertama tahun ini, jumlah pub di Inggris dan Wales turun ke level di bawah 40 ribu. Ini juga didorong oleh penutupan 7 ribu pub dalam dekade terakhir.
Sementara itu, hal serupa juga dialami pedagang makanan khas Inggris, fish n chips. Bagi mereka, selain kenaikan harga energi, terdapat juga kenaikan harga ikan putih yang diimpor dari Rusia dan juga krisis minyak nabati yang biasa didapatkan dari Ukraina.
Pada hari Senin, lebih dari 750 gerai menandatangani surat terbuka kepada pemerintah. Surat itu memperingatkan bahwa harga pangan dan inflasi energi, serta kurangnya staf dan penundaan rantai pasokan, kini membuat industri hospitality tidak stabil.
"Jika kami kehilangan favorit lokal ini, kami berisiko kehilangan sebagian dari apa yang membuat kami menjadi orang Inggris," tambah mereka.
(sef/sef)