Internasional

Hati-Hati RI, Ada Ramalan Ngeri soal Inflasi dari Global

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
30 August 2022 07:50
[DALAM] Resesi
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang inflasi yang dialami dunia saat ini diperkirakan akan terus mengoyak perekonomian global. Bahkan, inflasi ini pun kemungkinan berhilir pada resesi dan juga memukul pasar negara berkembang.

Mengutip Reuters, anggota dewan Bank Sentral Eropa (ECB) Isabel Schnabel mengatakan saat ini Bank Sentral Dunia sedang mencoba untuk menjinakkan inflasi yang telah memotong daya beli dan mengerek suku bunga. Menurutnya, upaya ini akan terus dilakukan meskipun resesi terjadi dan warga dunia mulai kehilangan pekerjaan.

"Semakin lama inflasi tetap tinggi, semakin besar risiko publik akan kehilangan kepercayaan pada tekad dan kemampuan kita untuk mempertahankan daya beli," paparnya dikutip Selasa, (30/8/2022).

"Bahkan jika kita memasuki resesi, pada dasarnya kita tidak punya banyak pilihan selain melanjutkan jalur kebijakan kita. Jika ada penurunan ekspektasi inflasi, efeknya pada ekonomi akan lebih buruk."

Inflasi mendekati wilayah dua digit di banyak ekonomi terbesar dunia seperti Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa. Hal ini didorong oleh harga energi yang tinggi pasca perang Rusia-Ukraina serta pengeluaran berlebihan oleh pemerintah.

Ini kemudian mendorong The Fed dan ECB menaikkan suku bunga mereka. Langkah ini pun mulai memukul negara-negara berkembang apalagi jika suku bunga tinggi bertahan lama.

Pasalnya, banyak negara pasar berkembang meminjam dalam dolar dan suku bunga Fed yang lebih tinggi memukul mereka di berbagai bidang.

"Untuk The Fed saat ini, ini adalah waktu yang sulit," kata seorang profesor dan dekan emeritus dari New York University Stern School of Business, Peter Blair Henry.

"Kredibilitas 40 tahun terakhir dipertaruhkan, jadi mereka akan menurunkan inflasi apapun yang terjadi, termasuk jika itu berarti kerusakan jaminan di negara berkembang."

Tak hanya mengenai pinjaman, pasar negara berkembang juga akan merasakan dampak inflasi impor dari tingginya nilai dolar. Negara-negara besar seperti China dan India tampaknya terisolasi dengan baik terkait hal ini tetapi sejumlah negara kecil dari Turki hingga Argentina jelas menderita.

"Kami memiliki sejumlah ekonomi perbatasan, dan negara-negara berpenghasilan rendah yang telah melihat penyebarannya meningkat ke apa yang kami sebut tingkat kesulitan atau mendekati tingkat kesulitan, jadi 700 basis poin menjadi 1000 basis poin," papar Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas.

"Ada sejumlah besar negara, sekitar 60% dari negara-negara berpenghasilan rendah, kami memiliki sekitar 20 negara berkembang dan ekonomi perbatasan yang berada dalam situasi," katanya. "Mereka masih memiliki akses pasar, tetapi tentu saja kondisi pinjaman telah sangat memburuk."

Sebuah monitor oleh S&P Global sekarang mempertimbangkan resiko tinggi atau sangat tinggi bagi pemberi pinjaman di Afrika Selatan, Argentina dan Turki. Mereka juga menilai resiko yang cukup tinggi akan timbul bagi pemberi pinjaman di China, India, dan Indonesia.

"Ada beberapa ekonomi perbatasan seperti Sri Lanka, Turki dan sebagainya yang akan terpukul jika The Fed menaikkan suku bunga dan suku bunga tetap tinggi," ujar seorang profesor ekonomi di Cornell University, Eswar Prasad.

"Cakrawala dua hingga tiga tahun akan mulai membuat segalanya menjadi sulit ... Jika menjadi jelas bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk waktu yang lama, tekanan bisa langsung menghantam rumah," tambah Prasad.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alert Mode On! Inflasi RI & Sejumlah Negara Lampaui Perkiraan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular