Internasional

Elon Musk, Resesi Seks, dan Pemanasan Global

luc, CNBC Indonesia
26 August 2022 13:20
FILE PHOTO: Elon Musk arrives at the In America: An Anthology of Fashion themed Met Gala at the Metropolitan Museum of Art in New York City, New York, U.S., May 2, 2022. REUTERS/Andrew Kelly//File Photo
Foto: REUTERS/ANDREW KELLY

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi seks tengah melanda sejumlah negara di dunia. Dampaknya dari fenomena itu pun disoroti orang terkaya di dunia, Elon Musk.

Dalam cuitan terbaru di akun Twitter-nya, Jumat (26/8/2022), Musk mengatakan bahaya dari penurunan populasi akibat rendahnya tingkat kelahiran. Dia bahkan membandingkannya dengan pemanasan global.

"Runtuhnya populasi karena tingkat kelahiran yang rendah adalah risiko yang jauh lebih besar bagi peradaban daripada pemanasan global," tulisnya.

Dia pun menekankan dalam cuitan berikutnya bahwa masalah pemanasan global pun sudah menjadi risiko utama bagi peradaban.

Perlu diketahui, bukan kali ini saja Musk menyinggung soal populasi. Beberapa kali konglomerat penuh kontroversi itu mencuit hal yang serupa.

Terkait hal itu, penurunan populasi dan angka kelahiran memang menjadi dampak dari resesi seks yang melanda dunia.

Adapun, resesi seks mengacu pada kemerosotan hubungan seks yang berimplikasi pada rendahnya keinginan untuk memiliki anak dalam sebuah keluarga. Tak hanya itu, keinginan menikah pun sejatinya bakal surut di tengah resesi seks tersebut.

Resesi seks tergambar jelas dari ukuran rumah tangga yang menyusut. Hal itu pun akan berdampak pada pola hidup hingga kegiatan ekonomi yang terancam kekurangan tenaga kerja di masa depan.

Sejumlah negara dilaporkan mengalami fenomena ini. di Amerika Serikat (AS), misalnya, Mckinsey mencatat ukuran rumah tangga di AS terus menyusut selama bertahun-tahun. Pada 1960, rata-rata jumlah orang dalam sebuah rumah tangga sebanyak 3,33 orang. Pada 2021, angkanya turun menjadi 2,51 orang saja.

Di China, Data Biro Statistik Nasional mencatat angka kelahiran hanya mencapai 7,52 kelahiran per 1.000 orang pada 2021, jumlah terendah sejak 1949. Sementara angka kelahiran pada tahun 2020 adalah 8,52 kelahiran per 1.000 orang.

Data juga menunjukkan ada 10,62 juta kelahiran pada tahun 2021 dibandingkan dengan 12 juta pada tahun 2020. Tak hanya itu, tingkat pertumbuhan alami populasi China, yang tidak termasuk migrasi, hanya 0,034% untuk 2021, terendah sejak 1960.

Sementara itu, ada 811.604 kelahiran di Jepang pada tahun lalu. Angka ini merupakan rekor terendah sejak 1899.

Di sisi lain, angka kematian naik menjadi 1.439.809 jiwa. Hal ini menyebabkan penurunan populasi hingga 628.205 jiwa.

Selain itu, tingkat kesuburan keseluruhan turun selama enam tahun berturut-turut, menjadi 1,3. Tingkat kesuburan keseluruhan ini sendiri menggambarkan jumlah rata-rata anak yang lahir dari seorang wanita seumur hidupnya.

Paling parah terjadi Korea Selatan. Tingkat kesuburan negara itu pertama kali turun lebih rendah dari satu anak per wanita pada 2018.

Pada Rabu (24/8/2022), angka yang dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan tingkat kesuburan telah turun ke 0,81 per wanita. Catatan ini merupakan penurunan keenam secara berturut-turut.

Sebagai perbandingan, angka rata-rata di negara-negara paling maju di dunia adalah 1,6 anak per wanita.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Elon Musk Cemas 'Resesi Seks' Ancam Bumi, Ungkap Bahayanya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular