Semua Minggir! 'Bom Waktu' APBN Sebentar Lagi Meledak
Jakarta, CNBC Indonesia - Bom waktu pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 sudah memasuki detik-detik terakhir sebelum ledakan. Bom waktu tersebut adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Rp 502 triliun diperkirakan akan habis dan masih belum mencukupi. kita memperkirakan apabila laju konsumsi seperti yang terjadi pada 7 bulan terakhir ini maka Rp 502 triliun akan habis dan masih akan ada tambahan lagi" ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di depan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (23/8/2022)
Dana Rp 502 triliun disepakati oleh pemerintah dan DPR beberapa bulan lalu. Dana tersebut ditujukan untuk subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar serta LPG 3 kg dan tarif listrik di bawah 3.000 VA. Di samping itu sebagian juga diberikan kepada PT Pertamina persero dan PT PLN persero sebagai kompensasi dua tahun terakhir menahan kenaikan harga.
Khusus untuk BBM jenis Pertalite, dana tersebut akan mencukup volume sebesar 23 juta KL. Sayangnya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat hingga Agustus, konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite sudah mendekati 80%. Artinya dalam hitungan pekan, kuota BBM di dalam negeri akan habis.
Sementara, untuk Solar subsidi hingga Juli 2022 sudah mencapai 9,9 juta kilo liter (KL) dari kuota tahun ini sebesar 14,91 juta KL. Dengan begitu, maka sisa kuota Solar subsidi hingga Juni tinggal 5,01 juta KL.
Pada sisi lain, harga minyak dunia masih tinggi atau di atas asumsi pemerintah yang sebesar US$ 105 per barel. Rupiah juga melemah, kini berada pada level Rp 14.900 per dolar AS.
Salah satu opsi yang kini tengah dibahas pemerintah adalah kenaikan harga. Dengan hal tersebut, konsumsi Pertalite secara alamiah akan berkurang, sebab selisih dengan Pertamax semakin sempit. Konsumen yang tadinya meninggalkan Pertamax bisa kembali lagi.
Namun apabila tidak ada kenaikan, maka opsinya adalah menambah subsidi. Dengan asumsi volume akan mencapai 29 juta KL hingga akhir tahun, maka tambahan subsidi akan membengkak Rp 196 triliun. Belum termasuk tambahan untuk solar.
Hal ini cukup berat, sementara pemerintah tengah berupaya mengurangi utang melalui penurunan defisit anggaran. Di mana tahun ini berhasil diturunkan dari 4,85% PDB menjadi 3,92% PDB. Kemudian tahun depan dipatok pada level 2,8% PDB.
"Kalau menggunakan angka DPR dan Menteri ESDM sudah menyampaikan yaitu 29 juta KL, dan kalau harga minyak terus naik, maka kita perkirakan subsidi itu harus nambah lagi bahkan bisa mencapai Rp 196 triliun, di atas Rp 502 triliun, nambah kalo kita gak naik BBM," jelas Sri Mulyani.
(mij/mij)