Dilema 'Negara Gagal' Lebanon: Kerja Ga Digaji-Krisis-Korupsi
Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis ekonomi yang melanda Lebanon semakin parah hingga membuat negara ini disebut 'negara gagal'. Krisis yang berawal dari akhir tahun 2019 ini diketahui berakar pada praktik korupsi dan salah urus oleh pemerintah selama bertahun-tahun.
Hiperinflasi, kelangkaan berbagai kebutuhan pokok, hingga kekeringan membuat situasi di Lebanon semakin tak tertahankan bagi warganya.
Bahkan, staf Menteri Keuangan Lebanon, Walid Chaar dilaporkan menganggur sejak Juli. Chaar yang kini menganggur sudah tidak terima gaji sebagai staf Menkeu Lebanon selama dua bulan lamanya.
Tak hanya itu, para komandan tentara Lebanon juga meminta para anak buahnya untuk mencari pekerjaan sampingan. Padahal sebelumnya hal itu amat dilarang dalam aturan resmi kedinasan.
Adapun rata-rata gaji para warga Lebanon sampai turun drastis dari US$ 1.000 menjadi US$ 50 per bulan.
Kemudian dalam mengatasi kekeringan, pemerintah Lebanon sampai menjatah aliran air selama satu jam karena kekeringan di negara itu. Chaar mengaku harus terburu-buru untuk menyiram tanamannya dan kebutuhan lain karena aliran air yang dijatah pemerintah.
Kelangkaan barang seperti peralatan kantor dari kertas hingga tinta pun melumpuhkan kerja kantor pelayanan publik. Chaar mengatakan dirinya sampai harus menelepon sang ibu yang sulit mendapat paspor baru karena kertas dan tintanya habis.
"Sektor publik berakhir jika kita terus seperti ini (krisis)," ujar Chaar kepada Reuters, dikutip Sabtu (20/8/2022).
Kelumpuhan sektor publik pun meluas. Pekan ini para hakim menggelar demonstrasi, tentara harus berjuang sendiri mencari makan tanpa gaji, hingga kantor pemerintah mati listrik dan kehabisan perlengkapan.
Sebanyak 350 hakim Lebanon tidak akan menghadiri sidang sebagai aksi mogok karena tuntutan agar gaji mereka segera dibayarkan.
"Para hakim kelaparan," ujar salah satu pendiri asosiasi hakim di negara itu, Faisal Makki.
Adapun infrastruktur mengalami kendala karena pengeluaran yang tak terkontrol dan korupsi, termasuk cara-cara instan untuk cari solusi terus terjadi hingga mencapai titik nadir.
"Kami dalam keadaan ambruk," ujar peneliti Institut Keuangan Basil Fuleihan Lebanon, Lamia Moubayed.
Di gedung parlemen, lift tak lagi bisa beroperasi karena kehabisan bahan bakar minyak. Para petugas keamanan pun sampai turun naik tangga karena lift mati.
Sedangkan pengurusan surat-surat kendaraan hanya menggunakan secarik kertas dengan tulisan tangan karena kehabisan tinta dan blangko lisensi.
(vap/vap)