Internasional

Hati-hati, Mr Erdogan! Lira Turki Bisa Makin Nyungsep...

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 August 2022 14:50
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. AP/
Foto: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit transaksi berjalan Turki melebar 191% (year on year/yoy) menjadi US$ 3,46 miliar pada Juni tahun ini. Melebarnya defisit transaksi berjalan tersebut dikhawatirkan akan semakin menggoyang mata uang lira.

Defisit transaksi berjalan pada Juni sebenarnya lebih rendah dibandingkan pada Mei 2022 yang tercatat US$ 6,57 miliar. Namun, defisit sangat tinggi dibandingkan yang tercatat pada Juni 2021 yakni US$ 1,19 miliar.

Secara keseluruhan, defisit transaksi berjalan pada Januari-Juni 2022 menembus US$ 32,44 miliar. Naik 142,8% dibandingkan Januari-Juni tahun lalu yang tercatat US$ 13,36 miliar.

Lonjakan transaksi berjalan Turki pada Juni disebabkan oleh semakin melebarnya defisit pada neraca perdagangan akibat lonjakan harga energi dan pangan.




Defisit neraca perdagangan pada Juni menyentuh US$ 6,43 miliar karena besarnya impor energi. Ekspor tercatat US$ 23,3 miliar pada Juni 2022 sementara impor tercatat US$ 29,73 miliar atau naik 40% (Yoy). Dalam setahun terakhir ini, net impor energi Turki menembus US$ 70,6 miliar.

Ekonom Turki Mustafa Sonmez mengatakan lonjakan impor membuat pengusaha Turki mengkhawatirkan prospek ekonomi Negeri Bulan Sabit.

"Biaya untuk impor terus meningkat karena lira jatuh. Mereka meragukan pemerintah mampu menstabilkan nilai tukar. Kondisi itu membuat mereka meningkatkan impor bahan mentah hingga mesin untuk menghindari ongkos yang lebih mahal di masa yang akan datang," tutur Sonmez, kepada Al Monitor.

Merujuk data Refinitiv, mata uang lira sudah melemah sebesar 26% sepanjang tahun ini. Sonmez memperkirakan defisit transaksi berjalan Turki akan melebar ke depan karena derasnya arus outflow.

"Lira masih akan tertekan dalam beberapa bulan ke depan," tuturnya.

Berdasarkan keterangan bank sentral Turki (Turkiye Cumhuriyet Merkez Bankasi/TCMB), investasi langsung yang ditanam pengusaha asing masih mencatatkan net inflow sebesar US$ 950 juta pada Juni. Sebaliknya, pada investasi portfolio terjadi net outflow US$ 1,6 miliar.

Investor asing menjual portofolio milik mereka sejalan dengan lonjakan inflasi dan rendahnya suku bunga acuan. Inflasi Turki terus melonjak dari 19,25% (yoy) pada Agustus 2021 menjadi 79,6% (yoy) pada Juli 2022.

Namun, di tengah lonjakan inflasi tersebut, bank sentral Turki justru menurunkan suku bunga acuan pada 2021 setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan meminta mereka memangkas suku bunga.

Suku bunga acuan TCMB dipangkas sebesar 500 bps pada periode September-Desember 2021 dari 19% menjadi 14%. Erdogan adalah penentang keras kenaikan suku bunga. Dia bahkan sudah memecat tiga gubernur bank sentral sejak 2019 karena dinilai kurang akomodatif.

Menjelang pemilihan umum pada Juni mendatang, Erdogan juga berjanji akan membalikkan transaksi berjalan dari defisit ke surplus. Turki telah "dihukum" Fitch Ratings yang menurunkan peringkat utang mereka menjadi B atau lima level di bawah layak investasi (investment grade). Pemangkasan kredit rating karena lonjakan inflasi serta campur tangan pemerintah yang terlalu kuat pada kebijakan moneter.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kecelakaan Kereta Gantung di Turki, 1 Orang Tewas & 10 Luka-luka

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular